Amnesty Internasional Sorot Penggunaan Gas Air Mata dalam Tragedi Kanjuruhan

Ahad, 02 Oktober 2022

Gas air mata memenuhi Stadion Kanjuruhan menelan 174 korban jiwa termasuk anak-anak.(foto: detik.com)

JAKARTA - Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim yang merenggut hingga 174 nyawa pada Sabtu (1/10/2022) malam akibat tembakan gas air mata oleh aparat keamanan mendapat sorotan Amnesty International.

Amukan massa Aremania supporter Arema FC seketika berubah menjadi kepanikan saat tembakan gas air mata dilepas polisi di dalam area Stadion Kanjuruhan untuk menghalau massa yang berakibat tewasnya 34 orang dalam stadion karena terinjak-injak.

Pada akhirnya, tragedi ini membuat setidaknya 174 orang meninggal dunia yang kebanyakan masih berusia remaja, bahkan anak-anak ikut jadi korban, serta ratusan lainnya mengalami luka-luka.

"Hak hidup ratusan orang melayang begitu saja pasca pertandingan bola, ini betul-betul tragedi kemanusiaan yang menyeramkan sekaligus memilukan. Perempuan dan laki-laki dewasa, remaja dan anak di bawah umur, menjadi korban jiwa dalam tragedi ini," sesal Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dilansir detik.com, Minggu (2/10/2022).

"Kami sampaikan duka cita mendalam kepada keluarga korban, pun kepada korban luka yang saat ini sedang dirawat, kami berharap pemulihan kondisi yang segera," tambahnya.

Amnesty International secara khusus menyoroti penggunaan gas air mata oleh aparat keamanan. Mereka menyebut soal penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan.

"Penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan negara untuk mengatasi atau mengendalikan massa seperti itu tidak bisa dibenarkan sama sekali. Ini harus diusut tuntas. Bila perlu, bentuk segera Tim Gabungan Pencari Fakta," tegasnya.

"Tragedi ini mengingatkan kita pada tragedi sepakbola serupa di Peru tahun 1964 di mana saat itu lebih dari 300 orang tewas akibat tembakan gas air mata yang diarahkan polisi ke kerumunan massa, lalu membuat ratusan penonton berdesak-desakan dan mengalami kekurangan oksigen," lanjutnya.

"Sungguh memilukan 58 tahun kemudian, insiden seperti itu berulang di Indonesia. Peristiwa di Peru dan di Malang tidak seharusnya terjadi jika aparat keamanan memahami betul aturan penggunaan gas air mata. Tentu kami menyadari bahwa aparat keamanan sering menghadapi situasi yang kompleks dalam menjalankan tugas mereka, tapi mereka harus memastikan penghormatan penuh atas hak untuk hidup dan keamanan semua orang, termasuk orang yang dicurigai melakukan kerusuhan," bebernya.

Amnesty International berharap negara ikut terlibat dalam penyelidikan secara menyeluruh atas Tragedi Kanjuruhan. "Akuntabilitas negara benar-benar diuji dalam kasus ini," ujarnya.

"Oleh karena itu, kami mendesak negara untuk menyelidiki secara menyeluruh, transparan dan independen atas dugaan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh aparat keamanan serta mengevaluasi prosedur keamanan dalam acara yang melibatkan ribuan orang," pungkasnya.(*)