Pahlawan Devisa yang Terhukum 'Aib' Wabah Covid-19

Rabu, 08 April 2020

Tata Maulana

INDOVIZKA.COM- Belakangan jagad dunia geger dengan serangan wabah pandemi covid-19 yang sangat cepat dan mematikan, sehingga terjadi perubahan yang sangat besar pula terhadap struktur sosial dan ekonomi dunia. Dimana-mana negara sudah dan sedang melakukan upaya mengunci wilayah (istilah keren Locdown) untuk orang-orang hilir mudik masuk dan keluar.

Tidak terkecuali dengan Negara (+62) Indonesia tercinta juga sudah melakukan berbagai upaya antisipasi baik himbauan maupun memberlakukan kebijakan menggunakan tangan kekuasaan, dengan harapan agar wabah ini dapat ditekan dan tidak meluas di tanah air tercinta ini. Pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), dimana setiap aktivitas keramaian diharuskan diminimalasir dengan istilah “terkawal” melalui pendekatan kebijakan negara dan aparat negara secara langsung.

Meskipun menjelang kebijakan itu diterbitkan menuai begitu banyak kontroversi baik dikalangan elit maupun dikalangan netizen, sebab mencuat beberapa asumsi-asumsi kepanikan yang sangat akut, semua itu dikarenakan kekhawatiran massal terhadap makhluk bernama covid-19 ini. Alhasil sekarang sudah ditetapkan presiden dan semua daerah sedang bersiap-siap mengambil langkah antisipasi mengacu PP Nomor 21 Tahun 2020, Keppres Nomor 11 Tahun 2020 dan juga inpres yang sudah ditetapkan tersebut.

Dampaknya, terjadi perubahan yang sangat super luar biasa terhadap keadaan tatanan dunia kita. Dampak yang terasa terjadi pada keadaan sosial dan ekonomi masyarakat. Kebijakan PSBB yang membatasi mulai dari pembatasan untuk orang-orang berkumpul, baik di pasar, mesjid, mall, kedai kopi dan bahkan kumpul wirid komplek perumahan pun sudah dibatasi. Selain itu pembatasan juga diterapkan terhadap  jam operasi pada sektor-sektor usaha, perbankan, pelayanan publik, transportasi dan lain sebagainya.

Semua langkah kebijakan yang diterapkan pemerintah tentu merupakan upaya agar dapat menekan dan memutus rantai penyebarang Covid-19 yang menurut ahli kesehatan sangat cepat menularkan, termasuk World Health Organization (WHO) meminta agar tetap menggunakan masker dimanapun dan kapan berada baik didalam mapun diluar ruangan, sebab temuan baru bahwa covid-19 ketika keluar dari si pasien positif bisa melayang-layang diudara dengan ketahanan hidupnya cukup lama. Nah loo sangat membahayakan bukan ??. Padahal sebelumnya para hali mengeluarkan maklumat hasil penelitian mengatakan bahwa makhluk microba si covid-19 ini berukuran cukup besar tidak menularkan melalui udara, kecuali terbawa lendir cairan yang dihembuskan keluar (bersin-bersin gaes).

Covid-19 Bermetamorposa Menjadi  'Aib' Sosial

Beberapa waktu lalu kita semua terkesima dengan kabar bahwa Provinsi Riau memiliki jumlah Orang dalam pemantauan (ODP) sangat besar, hal itu dikarekan wilayah pesisir riau menjadi tempat kembalinya para sahabat Tenaga Kerja (TKI) yang banyak mengadu peruntungan di negeri jiran malaysia, sejak negara itu memberlakukan Lockdown akibat wabah pendemi ini, banyak sahabat-sahabat kita turut dipulangkan ke kampuang halaman. Kabupaten Kepulauan meranti, Bengkalis, Siak, Dumai dan Indragiri Hilir menjadi pintu masuk kepulangan mereka.

Sesampainya dikampung tentu masuk daftar orang ter “pantau” yang diindikasi ada membawa atau terjangkit wabah tersebut, mengingat malaysia juga merupakan negara yang sudah terlebih dahulu mewabah. Setelah masuk dalam daftar pemantauan mereka diharuskan untuk mengikuti serangkaian tes kesehatan yang sudah diberlakukan oleh dinas keseharan setempat. Entah bagaimana metode pemantauannya yang jelas menjelang hasil tes itu keluar, mereka dimintai secara sadar untuk mengisolasi secara mandiri dikediaman masing-masing.

Masalah baru muncul, diatas saya sudah singgung soal terjadi perubahan struktur sosial masyarakat kita akibat pandemi ini. Pemberitaan yang begitu super duper massif beberapa bulan ini telah mensugesti kepanikan dihati dan pikiran masyarakat kita. sahabat pekerja, pelancong dan traveler yang pulang dari daerah terwabah yang diminta untuk mengisolasi diri dirumah mendapatkan penolakan dari sebahagian masyarakat dilingkungan tempat tinggalnya, didatangi bahkan sampai ada yang didemo agar menajuh dari lingkungan mereka. mereka harus terhukum oleh keadaan karna berstatus ODP tersebut. betapa sangat menyedihkan hati, ia dan keluarga seolah-olah telah berbuat “aib” yang harus diusir dan terkucilkan. Hiks hiks

Khusus bagi para TKI, dahalu kala entah zaman bila-bila, mereka pernah mendapat pujian sebagai “Pahlawan Devisa” karna telah meng-abdikan diri (menjadi kuli) di negara jiran, menjadi penyumbang keuangan negara buah hasil kerja tersebut. Semenjak terwabahnya covid-19 ini, jangankan sekedar pujian itu, pulang untuk berkumpul sanak keluarga dan tentangga saja harus pula mendapatkan cabaran dan penolakan, seperti orang yang sudah tervonis membawa wabah, padahal baru berstatus di “Pantau” kalau-kalau positif terjangkit. (kata “kalau-kalau” ini multi tafsir dan membuat hati jengah akibat menunggu lama hasil tes pemeriksaan kesehatan. Hehe

Sahabat pembaca yang budiman, betapa anda semua bisa bayangkan mengapa wabah ini seperti sudah bermetamorposa menjadi “aib” sosial, sejak dari kasus pasien meninggal baik yang baru diduga dengan status ODP dan PDP maupun positif, mereka diberlakukan sama dengan pendekatan protokol penanganan covid-19, sejak itulah mereka dan keluraganya terhukum seolah-olah sudah menjadi orang-orang yang harus dihindari (red zone). Tidak dibolehkan suksesi pemakaman dihadiri banyak orang, jenazah terbungkus, pemakaman dilakukan dengan lengkap menggunakan alat pelindung diri (APD) sampai-sampai keluarga mau menguburkan dengan kaedah agama dan kepercayaan mereka tidak diperkenankan. Masya Allah. Semoga mereka ditempatkan disisi Allah SWT sebagai orang yang mati syahid, mencium harumnya Syurga.  Aamiiiin ya rabbal ‘alamin

Kenapa kasus-kasus di atas bisa terjadi ??

Sepertinya ada yang luput bahkan sedikit terabaikan, kita maklum kepanikan yang melanda mengharuskan pamangku negara termasuk kita semuang ingin mengambil langkah cepat untuk antisipasi dan memutus rantai penyebaran wabah ini. Tapi disisi lain sensitifitas dan kepekaan sosial kita sepertinya juga terdampak akibat dari kepanikan yang ada. Sehingga semua aktivitas penangan menjadi sedikit tidak terukur secara konferehensif terhadap dampak yang sudah terjadi dan akan terjadi.

Alih-alih ingin memutus rantai penyebaran, justru menambah masalah baru sosial kemasyarakatan kita. Saya pernah memuat tulisan media beberapa waktu lalu, yang bermaksud menyampaikan sedikit harapan dan saran agar mengambil langkah antisipatif dan ketat sejak dari awal, bahwa harus ambil langkah mengisolasi mereka yang difasilitasi oleh pemerintah langsung mumpung angka kedatangan mereka dari daerah terwabah masih kecil, diatur bertahap-tahap sesuai dengan perkiraan waktu penyebaran dan gejala (14 hari menurut para ahli), jika diminta mengisolasi mandiri justru akan menjadi bom waktu dan mendatangkan masalah baru.

Mengingat wabah ini sesuatu yang tidak terlihat wujudnya, sudah seharusnya kita mulai memberlakukan hidup sehat, jikalaulah wabah ini seperti binatang buas, tentulah kita ekstra hati-hati, karna bahaya yang mengancam nampak wujudnya. Berdiam diri dirumah, tidak melakukan aktivitas keramaian jika tidak penting, kalaulah terpakasa keluar harus gunakan alat pelindung diri. Kita berharap pemerintah dapat mengambil langkah penanganan yang membuat kita nyaman, tenang dan tidak mendatangkan persoalan-persoalan baru di masyarakat, sehingg rasa empati, simpati dan kepedulian kita antar sesama tetap ada dan terjalin. Semoga wabah Covid-19 segera berlalu. Aamiin Allahumma Aamiiin

Pekanbaru, 8 April 2020
Tata Maulana