PEKANBARU (INDOVIZKA) - Kepolisian Daerah (Polda) Riau akan terus memantau dan mengawal proses pendistribusian bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat yang terdampak Covid-19 di Bumi Lancang Kuning. Pengawalan akan kembali difokuskan pada 2021 nanti untuk menghindari terjadinya penyimpangan.
"Kita akan kawal bagaimana bansos yang menjadi haknya masyarakat, supaya tidak disunat di tengah jalan. Ini salah satunya dan hal-hal lain," tegas Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi.
Penyaluran bansos untuk masyatakat yang membutuhkan sangat rentan diselewengkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Tidak hanya disunat, bahkan ada bantuan yang tidak sampai ke penerima. Agung menyatakan, pihaknya tidak akan membiarkan tindak pidana korupsi merajalela di Provinsi Riau. Pelaku akan disikat, dan dijerat dengan peraturan hukum berlaku.
"Kita akan menangkap para tukang sogok, tukang suap tukang gratifikasi," tegas jenderal bintang dua itu.
Agung menjelaskan, selama 2020 pihaknya banyak menangani 14 perkara dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa. Nilai kerugian keuangan negaranya mencapai Rp12 miliar lebih dan Rp 6 miliar lebih berhasil diselamatkan.
"Untuk kasus korupsi ini, menjadi hal yang perlu dikaji tahun 2021 mendatang. Untuk kemudian kita memulai menelisik, mendeteksi kegiatan gratifikasi pemberian suap. Ini fokus kita di 2021," papar Agung.
Agung berharap, jajarannya bisa terus melakukan langkah-langkah penyidikan terhadap kegiatan-kegiatan yang terindikasi korupsi, dan sudah sangat merugikan masyarakat. Ia menyebutkan, penanganan kasus korupsi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu waktu pengusutan cukup panjang.
"Bisa jadi peristiwa dugaan korupsi pada 2 tahun lalu, namun baru naik penyidikan saat ini," ucap Agung.
Agung, mengungkapkan untuk menentukan suatu kasus korupsi pengadaan barang dan jasa bisa naik ke proses sidik harus sudah ada nilai kerugian negara. Sementara penyidik tidak bisa melakukan perhitungan kerugian keuangan negara. Untuk hal tersebut, hanya dilakukan oleh instansi auditor berwenang, seperti BPK atau BPKP.
"Butuh mekanisme yang panjang sehingga kami harus menunggu," tutup Agung.