Banyak Daerah Belum Siap, Sekolah Tatap Muka Tidak Diwajibkan

Selasa, 05 Januari 2021

ilustrasi

JAKARTA (INDOVIZKA) - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), tetap memulai pembelajaran tatap muka di sekolah terhitung sejak hari ini, Senin (4/01/2021). Akan tetapi pada prinsipnya ditegaskan sekolah tatap muka tidak diwajibkan menyusul banyak daerah yang menyatakan sikap belum siap.

Demikian disampaikan Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Ainun Na’im.

Ditegaskannya bahwa penyelenggaraan pembelajaran semester genap yang dimulai Januari 2021 harus mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi Covid-19.

Selain itu izin pelaksanaan pembelajaran tatap muka diberikan oleh pemerintah daerah (pemda), kantor wilayah Kementerian Agama provinsi dan/atau Kementerian Agama kabupaten/kota sesuai kewenangannya.

Namun salah satu inti dari SKB empat menteri tersebut yaitu keputusan membuka sekolah harus mendapat persetujuan, tidak hanya dari pemerintah daerah, tapi juga dari pihak sekolah dan komite sekolah yang merupakan perwakilan para orang tua murid.

“Pembelajaran tatap muka sifatnya diperbolehkan, tidak diwajibkan. Sehingga, keputusan akhir tetap ada di orang tua. Jika orang tua belum nyaman, maka siswa dapat melanjutkan proses belajar dari rumah. Jika ada daerah, atau sebagaimana saat ini banyak daerah yang menyatakan belum siap untuk belajar tatap muka, maka tetap kita tegaskan sekolah tatap muka itu tidak diwajibkan,” kata Ainun melalui keterangan tertulis yang diterima wartawan, Senin (4/01/2021).

Pemberian izin dapat dilakukan secara serentak dalam satu wilayah provinsi/kabupaten/kota atau bertahap per wilayah kecamatan/desa/kelurahan. Ainun mengatakan bahwa pemda sebagai pihak yang paling memahami kebutuhan dan kapasitas wilayah masing-masing, memiliki kewenangan penuh untuk mengambil kebijakan. Sekolah yang dibuka pun wajib memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan serta menerapkan protokol yang ketat.

Sebagai contoh, jumlah siswa yang hadir dalam satu sesi kelas hanya boleh 50% dan satuan pendidikan diminta merotasinya untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah. Lebih lanjut Ainun mengatakan bahwa dua prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi tetap harus dijunjung.

Pertama, memastikan kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai prioritas utama. Kedua, memperhatikan tumbuh kembang peserta didik dan kondisi psikososial seluruh insan pendidikan.

"Pemerintah akan senantiasa memantau dan mengevaluasi situasi pandemi agar proses dan manfaat pembelajaran tetap dapat berlangsung," pukasnya. **