Kejari Kuansing Tetapkan Tiga Tersangka Korupsi Pembangunan Hotel Kuansing

Senin, 11 Januari 2021

PEKANBARU (INDOVIZKA) - Jaksa penyidik di Bagian Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuantan Singingi (Kuansing) menetapkan tiga tersangka dugaan korupsi pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing. Kegiatan itu merugikan negara Rp5,05 miliar.

Ketiga tersangka adalah Fahruddin ST selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan, Alfion Hendra selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan Direktur PT Betania Prima, Robert Tambunan sebagai rekanan proyek infrastruktur tersebut.

"Kami menetapkan tiga orang tersangka yakni PPK berinisial FH, PPTK berinisial AH, dan RT selaku Direktur PT Betania Prima," ujar Kepala Kejari Kuansing, Hadiman, didampingi Kasi Pidana Khusus (Pidsus), Roni Saputra, Senin (11/1/2021).

Hadiman menjelaskan, penetapan tersangka dilakukan setelah tim jaksa penyidik melakukan gelar perkara. Ketiga tersangka adalah orang yang dinilai paling bertanggung jawab atas dugaan korupsi proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kuansing tahun 2015

Hadiman memaparkan, proyek pembangunan ruang pertemuan Hotel Kuansing dilaksanakan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (CKTR) Kuansing. Diawali dengan fisik hotel pada 2014 dan dilanjutkan dengan pembangunan ruang pertemuan pada 2015.

Proyek dikerjakan oleh PT Betania Prima dengan pagu anggaran sebesar Rp13,1 milar. Dalam pekerjaannya, rekanan menyerahkan jaminan pelaksanaan Rp629 juta lebih.

Pada kegiatan ini terjadi keterlambatan pembayaran uang muka oleh PPTK sehingga berpengaruh pada capaian pekerjaan. Selain pengerjaan proyek yang terlambat, ternyata pihak PT Betania Prima tidak pernah di lokasi selama proses pekerjaan.

Direktur PT Betania Prima hanya datang saat pencairan pembayaran pekerjaan setiap termin. Hingga masa kontrak berakhir, pekerjaan tidak mampu diselesaikan rekanan.

"Rekanan hanya mampu menyelesaikan bobot pekerjaaan sebesar 44,5 persen, dan barang-barang tidak sesuai spek. Total anggaran yang telah dibayarkan Rp5,263 miliar," jelas Hadiman.

Atas keterlambatan pekerjaan, PT Betania Prima dikenakan denda sebesar Rp352 juta. Namun PPTK tidak pernah menagih denda tersebut dan tidak pernah mengajukan klaim terhadap uang jaminan pelaksanaan kegiatan yang dititip PT Betania Prima di Bank Riau Kepri sebesar Rp629 juta.

"Semestinya, uang tersebut disetorkan ke kas daerah Pemkab Kuansing. Uang denda baru disetorkan pada Maret 2018, setelah tiga kali ditegur Dinas PUPR Kuansing," ungkap Hadiman.

Hadiman menjelaskan, penyimpangan pengerjaan proyek sudah terjadi sejak awal. Di mana


Kepala Dinas CKTR Kuansing selaku KPA tidak pernah membentuk tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) sehingga, tidak pernah melakukan serah terima terhadap hasil pekerjaan.

Hasil pekerjaan tersebut tidak jelas keberadaannya hingga belum bisa dimanfaatkan. "Hasil perhitungan kerugian kerugian negara yang dilakukan oleh saksi ahli sebesar Rp5,05 miliar," kata Hadiman.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni, Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Selama proses penyidikan, jaksa penyidik telah melakukan penggeledahan di Hotel Kuansing, Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKP2). Dari tempat itu disita sejumlah dokumen terkait pembangunan Hotel Kuansing.

Jaksa penyidik juga meminta keterangan para saksi, antaranya, mantan Bupati Kuansing Sukarmis, mantan Wakil Bupati Kuansing, Zulkifli, mantan Sekretaris Daerah Kuansing, Muharman, dan Ketua DPRD Kuansing, Andi Putra.***