PEKANBARU (INDOVIZKA) - Usai menggeruduk Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Senin (22/2/2021) sore, para mahasiswa Riau mengancam akan kembali melakukan aksi secara besar-besaran jika rekan mereka, Sayuti Munte, tidak segera dibebaskan dari jeratan hukum.
Hal tersebut ditegaskan oleh Novyanto, Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Islam Riau (UIR). Novy mengatakan bahwa Sayuti Munte adalah korban dari bobroknya demokrasi di Indonesia.
"Tentu pergerakan ini tidak mati di sini, kita akan lebih besar dari yang sekarang ini," cakapnya.
Novy membandingkan dengan apa yang terjadi di Palembang dan di Makasar, meskipun sama-sama merusak fasilitas umum Novy mengatakan mahasiswa di Makasar hanya dituntut 4 bulan dan sementara di Palembang dituntut 10 bulan hukuman.
"Mereka langsung bebas karena menjadi tahanan kota, yang jelas kami minta penegak hukum harus mengusut tuntas. Karena hanya satu mahasiswa dan itu dari UIR, sedangkan di sidang sebelumnya dijelaskan ada 20 DPO. Artinya ini tidak tegas dan tidak tuntas dari penegak hukum, dan itu kami kecewa," jelasnya.
Sebagai informasi, sudah 4 bulan mahasiswa Fakultas Hukum UIR ini menjadi tahanan Polda Riau, terhitung sejak (24/10/2020). Sayuti adalah salah seorang peserta dalam gerakan aksi mahasiswa menuntut untuk dicabutnya Omnibus Law pada (8/10/2020) lalu di kantor DPRD Riau.
Jaksa Penuntut Umum dari Kejati Riau menuntut Sayuti Munte dengan pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan dengan dakwaan pasal 170 KUHP tentang pengerusakan secara bersama-sama.
Besok, Selasa (23/2/2021) para mahasiswa akan mengawal sidang pledoi dari Sayuti. Tak hanya dalam sidang pledoi, dalam sidang tuntutan mahasiswa juga akan memenuhi ruang sidang Kejati Riau.
Sementara itu Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejaksaan Tinggi Riau, Muspidauan yang menemui massa aksi mengatakan bahwa tuntutan yang disangkakan kepada Sayuti belum final.
"Kita sama-sama meyakinkan hakim, Kejati penegak hukum membuktikan dengan cara menghadirkan saksi dan bukti dan dari Sayuti ada pledoi untuk membuktikan perbuatan itu bukan dia yang melakukan," jelas Muspidauan.
"Kami mohon kesabaran karena ini belum final karena perjalanan masih panjang, dan juga masih menunggu keputusan pengadilan," tutupnya.***