Jakarta (INDOVIZKA) - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menilai program Kartu Prakerja dan pemberlakuan UU Cipta Kerja merupakan solusi ketenagakerjaan yang saling melengkapi.
Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri, menyatakan masalah ketenagakerjaan di Indonesia itu harus dilihat dari aspek suplai pada satu sisi; Serta aspek permintaan atau kebutuhan industri atas tenaga kerja dengan kualifikasi tertentu, pada sisi yang lain.
Menurutnya, keberadaan program Kartu Prakerja merupakan solusi dari sisi suplainya, yakni dengan menciptakan pekerja terampil (skilling labour) atau meningkatkan keterampilan pekerja (upskilling labour).
"Jadi Kartu Prakerja solusi dari sisi suplai, yakni membentuk pekerja terampil atau pekerja yang sudah terampil ditambah atau ditingkatkan lagi keterampilannya supaya sesuai dengan kebutuhan dunia kerja," kata Yose, dalam pernyataannya seperti dikutip Sabtu (27/2/2021).
Mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2020 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), Yose Rizal Damuri, mengungkapkan keberadaan program Kartu Prakerja sudah sesuai sasaran. Dalam Sakernas yang dilakukan Agustus 2020 lalu, terungkap mayoritas atau 48,70% pendaftar program Kartu Prakerja, beralasan ingin meningkatkan keterampilan kerja.
Sisanya yakni 27% pendaftar beralasan ingin mendapatkan uang saku insentif, 12% ikut teman atau hanya coba-coba, 5,01% untuk mengisi waktu luang, dan 3,46% karena pendaftaran gratis. Selebihnya atau 2,13% mengungkap alasan lain. Dari Sakernas BPS juga terungkap jika 88,92% penerima Kartu Prakerja yang menyelesaikan telah pelatihan, menilai program Kartu Prakerja telah berhasil meningkatkan keterampilan kerja mereka.
"Kalau surveinya seperti itu, berarti memang keterampilan pesertanya meningkat. Jadi memang perlu diteruskan. Tapi saya beri beberapa catatan. Pertama, penerima Kartu Prakerja harus lebih ditingkatkan lagi dari tahun lalu yang sebesar 5,5 juta penerima. Kedua, penerima Kartu Prakerja juga bisa meningkatkan penerima di kalangan pendidikan SMA ke bawah. Kemudian, yang ketiga perlu ada evaluasi apakah keterampilan yang ditingkatkan sesuai atau tidak dengan permintaan," papar Yose Rizal Damuri.
Terkait masalah ketenagakerjaan dari sisi permintaan inilah, menurut Yose, yang harus bisa diselesaikan oleh UU Cipta Kerja. Jika UU Omnibus Law tersebut sudah berjalan efektif, maka investasi akan meningkat. Seiring dengan itu, permintaan atau kebutuhan tenaga kerja juga akan tumbuh.
"Inilah yang saya maksud komplementer atau saling melengkapi. Yakni program Kartu Prakerja membenahi aspek suplainya. Tapi kan setelah pekerja meningkat keterampilannya harus diserap, nah ini solusinya ditawarkan oleh UU Cipta Kerja dari aspek permintaan," ujarnya.
Survei lain yang dilaksanakan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, mengungkap 35% dari total 5,5 juta penerima Kartu Prakerja, sudah kembali bekerja. Baik sebagai wirausaha (17 persen), maupun sebagai pegawai atau pekerja lepas (18%). Ke depan, tingkat penyerapan penerima Kartu Prakerja oleh dunia kerja diharapkan meningkat dengan telah efektifnya implementasi UU Cipta Kerja.
Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, telah meluncurkan program Kartu Prakerja untuk gelombang 12. Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Ini merupakan gelombang pertama program Kartu Prakerja di tahun 2021, seiring dengan telah berlaku efektifnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, beserta seluruh aturan pelaksanaannya.
Airlangga Hartarto mengatakan, program Kartu Prakerja sebelumnya telah berhasil menjalankan mandatnya sebagai program pengembangan kompetensi atau keterampilan kerja, sekaligus sebagai program perlindungan sosial di masa pandemi. "Karena itu, Pemerintah memutuskan untuk melanjutkan Program Kartu Prakerja di tahun 2021, dengan total anggaran sebesar 10 trilliun untuk semester 1 tahun 2021," kata Airlangga melalui keterangan tertulis, Sabtu (27/2/2021).***