Temui Presiden, Amien Rais Cs Ngotot Minta Kasus Penembakan Enam Laskar FPI Dibawa ke Pengadilan HAM

Rabu, 10 Maret 2021

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD

JAKARTA (INDOVIZKA) - Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam Laskar FPI yang dipimpin Amien Rais, Abdullah Hehamahua dan Marwan Batubara, dalam pertemuannya bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (9/3/2021), meminta agar kasus tersebut dibawa ke pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam konferensi pers virtual usai mengikuti pertemuan tersebut.

Dikatakannya dalam pertemuan itu, Amien Rais Cs, sangat yakin telah terjadi pelanggaran HAM atas peristiwa penembakan yang menewaskan enam laskar khusus Front Pembela Islam (FPI) pengawal Habib Rizieq Shihab di Kilometer 50 Tol Jakarta-Cikampek, pada Senin (7/12/2020) lalu.

"Karena mereka yakin itu adalah pelanggaran HAM itu yang disampaikan ke Presiden," kata Mahfud, Selasa (9/3/2021).

Atas keyakinannya, dalam pertemuan yang berlangsung selama 15 menit itu, Amin Rais Cs tidak hanya meminta tetapi ngotot agar Presiden Jokowi membawa perkara tersebut ke pengadilan HAM.

“Mereka menuntut juga agar ada pengadilan HAM untuk perkara itu," ujar Mahfud.

Sementara itu dilansir Kompas.com Mahfud MD mengatakan, setidaknya ada tiga indikasi yang menguatkan sebuah dugaan terjadinya pelanggaran HAM berat.

"Pelanggaran HAM berat itu, syaratnya tiga. Pertama, dilakukan secara terstruktur," ujar Mahfud.

Mahfud menggambarkan, dalam konteks kematian enam orang laskar FPI, dapat disebut terstruktur apabila ditemukan rincian target, taktik, alat serta alternatif langkah-langkah di lapangan.

Kedua, sistematis yakni jika ada indikasi pelaksanaan perintah untuk membunuh jelas tahapan-tahapannya. "Syarat ketiga adalah, menimbulkan korban yang luas. Apabila ada bukti-bukti itu (dari ketiga syarat), mari dibawa," tegas Mahfud.

"Kita adili secara terbuka para pelakunya, berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2000 (UU Pengadilan HAM)," lanjutnya.

Dalam kesempatan yang sama, Mahfud pun menyinggung pertemuan TP3 dengan Komnas HAM yang sebelumnya sudah pernah dilakukan. Mahfud menyebut dalam pertemuan itu seharusnya TP3 menyampaikan bukti soal dugaan pelanggaran HAM berat.

"TP3 pun telah diterima Komnas HAM dan sudah diminta mana buktinya secuil saja. Bahwa ada pelanggaran berat karena terstruktur, masif dan sistematis. Tetapi TP3 tidak ada (tidak menyampaikan bukti)," kata Mahfud.***