
JAKARTA (INDOVIZKA) - Stok minyak goreng di pasar tradisional terpantau lebih beragam ketimbang di toko ritel atau pasar modern. Akan tetapi, harganya masih lebih tinggi ketimbang batas yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 14.000 per liter.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menyampaikan, berdasarkan hasil percakapan dan pengaduan konsumen, pembeli memang lebih bisa menemukan adanya minyak goreng di pasar tradisional daripada minimarket atau supermarket.
"Kenapa? Karena di supermarket atau di ritel ketika datang langsung diserbu oleh konsumen, kemudian stoknya juga terbatas. Beda dengan di pasar tradisional," kata Tulus dalam sesi teleconference, Jumat (11/2).
Alasan berikutnya, dia mengatakan, di pasar modern memang ada prasyarat-prasyarat minyak goreng tertentu yang boleh masuk di ritel mereka. Tidak boleh merek-merek yang tidak dianggap baik dijual di sana.
"Sedangkan di pasar tradisional kan tidak ada kriteria-kriteria itu, yang penting minyak goreng, warnanya kuning. Sehingga aksesnya jadi lebih gampang," ungkap dia.
Tulus pun berbagi pengalamannya berbincang dengan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan dan asosiasi pasar tradisional.
Dari percakapan tersebut, dia menemukan kapasitas pasar tradisional memang jauh lebih besar, bisa menampung 75 persen dari stok minyak goreng yang ada di pasaran.
"Sementara pasar modern hanya 25 persen. Mungkin dari kapasitas itu pasar tradisional bisa lebih banyak menampung," ujar Tulus.