Riau: Mari Kita Kembalikan Marwah Negeri Ini

Hadimihardja. (Foto: Dok Pribadi)

Oleh: Hadimihardja

Malu kita ke jiwa kita…

Dalam pandangan budaya Melayu, pemimpin sejati adalah sosok yang Siddiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah, Jujur dan dapat dipercaya, berakhlak mulia, serta cerdas dan bijaksana.

Prinsip ini bukan sekedar filosofi, tetapi akar moral yang bersandar pada ajaran Islam. Adat bersendi Syara'. Syara' bersendi kitabullah. Karena itu, ketika pemimpin kembali tersandung persoalan hukum, rasa malu itu bukan hanya milik individu, tetapi terasa sebagai beban kolektif masyarakat Riau.

Telah lama Riau menjadi cerita.
Negeri kaya raya — minyak, sawit, hutan, sungai, laut, dan tanah subur yang Allah anugerahkan.
Tetapi anugerah itu tidak selalu dirawat dengan amanah.

Dalam catatan sejarah Riau, kita telah melihat bagaimana banyak pemimpin, tokoh, pejabat, dan aparatur publik — dari masa ke masa — tersandung perkara korupsi dan penyalahgunaan amanah.

Nama-nama mereka sudah dicatat pengadilan, masuk media, dan kini menjadi cermin, bukan celaan.

Ini bukan tentang siapa orangnya.
Ini tentang kita sebagai masyarakat yang membiarkan sistem berjalan tanpa kontrol akhlak.

Dan benar…
muncullah pameo itu:

RIAU = Rusak Iman Akibat Uang
Pedih, tapi ada benarnya.
Sebab ketika uang menjadi tujuan, iman menjadi korban.
Ketika jabatan menjadi kebanggaan, amanah menjadi ringan.
Ketika relasi, geng, dan keluarga menjadi prioritas, rakyat menjadi lupa.

Maka tak heran, orang berkata:
RAPP = Riau Ambruk Pelan-Pelan

Bukan karena kurang cerdas…
tapi karena kurang takut kepada Allah.

Namun Kita Tidak Boleh Berhenti pada Penyesalan:
Kita tidak datang untuk menambah luka.
Kita datang untuk membuka pintu penyembuhan.

Allah mengingatkan:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, hingga mereka mengubah apa yang ada dalam jiwa mereka.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)
Artinya:
Perubahan tidak dimulai dari istana, tapi dari hati.
Tidak dimulai dari pejabat, tapi dari rumah-rumah kita.
Tidak dimulai dari pidato, tapi dari contoh nyata.

Jalan Perbaikan untuk Riau

1) Sekolah sebagai Taman Akhlak
    •    Guru menjadi teladan, bukan hanya pengajar.
    •    Siswa diajari takut kepada Allah sebelum takut ujian.
    •    Pembelajaran tidak hanya otak, tapi hati, adab, karakter.
2) Masjid sebagai Pusat Pembinaan Umat
    •    Kembali menghidupkan majelis ilmu.
    •    Masjid sebagai tempat musyawarah, bukan hanya ibadah ritual.
    •    Tokoh agama memandu moral sosial.
3) Pemimpin memberi teladan, bukan slogan
    •    Berani hidup sederhana.
    •    Tidak menjadikan jabatan sebagai perdagangan.
    •    Menempatkan amanah di atas semua kepentingan.

Karena pemimpin itu bukan sekadar yang duduk di kursi tinggi,
tetapi yang menjunjung amanah langit di dalam hatinya.

Doa untuk Negeri Riau

Ya Allah…
Engkau yang Maha Mengangkat dan Maha Menurunkan…
Bersihkanlah hati kami dari cinta dunia yang berlebihan.
Jernihkanlah niat kami dalam membangun negeri ini.
Lunakkan hati para finalis pemimpin kami agar mereka memimpin dengan takut kepada-Mu.
Teguhkan langkah guru-guru kami untuk menanamkan akhlak mulia pada anak-anak kami.
Jadikan masjid-masjid kami terang, bukan hanya oleh lampu,
tetapi oleh cahaya ilmu dan kejujuran.
Ya Allah…
Berkahkan Riau dengan pemimpin yang amanah,
rakyat yang berani menegakkan kebenaran,
dan generasi muda yang mencintai ilmu, akhlak, dan agama.

Gapai Cita, Amal Mulia, Menuju Surga.
Aamiin.

“Riau tidak akan bangkit dengan marah-marah,
tetapi dengan akhlak yang kembali pulang ke hatinya.
Bangkitlah, wahai manusia Riau.
Masa depanmu sedang menunggu keberanianmu untuk jujur.” ***

*) Hadimihardja, penulis Pendidik Peduli Generasi Emas Riau






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar