Refleksi 26 Tahun Kabupaten Pelalawan

Ironi Pelalawan di Usia ke-26: Investasi Rp13,6 Triliun, Kemiskinan Masih Tinggi


PELALAWAN,INDOVIZKA.COM-12 Oktober 2025,Memasuki usia ke-26 tahun, Kabupaten Pelalawan menghadapi paradoks pembangunan. Meski berhasil menyabet penghargaan sebagai penyumbang realisasi investasi terbesar se-Provinsi Riau dengan nilai mencapai Rp13,6 triliun, daerah ini justru masih bertahan di posisi tiga besar kabupaten termiskin di Riau pada tahun 2025.

Data tersebut dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional, yang menempatkan Kabupaten Kepulauan Meranti di posisi pertama, disusul Rokan Hulu di urutan kedua, dan Pelalawan di posisi ketiga.
Kondisi ini memunculkan tanda tanya besar terkait efektivitas kebijakan ekonomi daerah dan pemerataan hasil pembangunan.

Investasi Tak Berbanding Lurus dengan Kesejahteraan

Secara teori, investasi besar seharusnya menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa manfaat investasi di Pelalawan belum sepenuhnya dirasakan secara merata oleh masyarakat.

“Investasi yang besar seharusnya menjadi alat untuk mengurangi kemiskinan. Namun yang terjadi, angka kemiskinan justru masih tinggi. Ini berarti ada yang tidak berjalan optimal dalam kebijakan pembangunan ekonomi daerah,” ujar Tauhid Marifatullah, Mahasiswa Program Doktoral Universitas Riau dalam opininya kepada media.

Menurutnya, capaian investasi yang besar tidak akan banyak berarti jika tidak memberikan efek langsung terhadap ekonomi rakyat kecil. Pemerintah daerah perlu memastikan agar investasi yang masuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan rumah tangga, dan memperkuat ekonomi lokal.

Ketergantungan Sektor Primer dan Ketimpangan Pembangunan

Tauhid menjelaskan bahwa masih tingginya angka kemiskinan di Pelalawan disebabkan oleh beberapa faktor utama.
Pertama, ekonomi daerah masih bergantung pada sektor primer seperti perkebunan sawit, karet, dan jasa terkait, yang sangat rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global.

“Kedua, kemiskinan di kawasan perkotaan muncul karena pengangguran dan tidak cocoknya keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan pasar kerja,” tambahnya.

Selain itu, akses infrastruktur dan layanan dasar yang belum merata juga memperparah ketimpangan antar wilayah.
“Masih banyak desa yang tertinggal secara ekonomi karena keterbatasan akses jalan, pasar, pendidikan, dan kesehatan,” ujar Tauhid.

Faktor lain yang turut memperberat masalah adalah akurasi data kemiskinan yang belum tepat sasaran. Hal ini menyebabkan bantuan pemerintah tidak seluruhnya diterima oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Langkah Strategis: Dari Validasi Data hingga Agro-Processing Lokal

Untuk menekan angka kemiskinan, Tauhid menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Pelalawan membuat kebijakan yang praktis dan terukur.Beberapa langkah yang direkomendasikannya antara lain:

-Rutin melakukan validasi lapangan penerima bantuan sosial agar tepat sasaran.

-Mendorong pembangunan infrastruktur dasar dan pemerataan ekonomi antar kecamatan.

-Meningkatkan penyerapan tenaga kerja lokal di sektor industri dan investasi yang sudah ada.

-Mengembangkan agro-processing lokal, yakni industri pengolahan sawit dan karet agar memiliki nilai tambah ekonomi.

-Menyediakan pelatihan keterampilan, akses kredit mikro, serta memperkuat pendidikan dan kesehatan masyarakat.

Selain itu, kolaborasi antar lembaga pemerintah, LSM, dan pihak swasta sangat dibutuhkan agar program pengentasan kemiskinan berjalan sinergis dan tidak tumpang tindih.

Momentum Refleksi di Usia ke-26 Pelalawan

Tauhid menilai bahwa momen HUT ke-26 Kabupaten Pelalawan harus dijadikan waktu yang tepat untuk refleksi dan evaluasi kebijakan pembangunan.
“Pemerintah perlu berbenah dengan potensi yang ada. Jangan hanya berfokus pada capaian investasi, tapi bagaimana hasilnya bisa benar-benar dirasakan oleh masyarakat,” tegasnya.

Menurutnya, kemajuan daerah bukan hanya diukur dari besar kecilnya angka investasi, tetapi dari seberapa besar manfaat pembangunan dirasakan secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus menjadi roh pembangunan di Pelalawan. Tanpa pemerataan kesejahteraan, kemajuan yang kita rayakan hanya menjadi seremonial tanpa makna,” tutup Tauhid.

Opini: Tauhid Marifatullah, Mahasiswa Program Doktoral Universitas Riau.






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar