Diduga untuk Urus DAK Dumai di APBD-P 2017 dan APBN 2018

PT Ravindo Serahkan Rp50 Juta ke Kadisdik Dumai


PEKANBARU (INDOVIZKA) - Fakta baru terungkap dalam persidangan kasus suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kota Dumai dalam APBNP 2017 dan APBN 2018 dengan terdakwa mantan Walikota Dumai, Zulkifli Adnan Singkah. Ternyata ada permintaan Rp50 juta yang diduga untuk pengurusan DAK.

Permintaan uang itu dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai, Sya'ari. Dia meminta uang kepada Mashudi selaku marketing PT Ravindo Makmur Abdi yang merupakan donatur Zulkifli dalam pemberian suap ke Yaya Purnama dan Rifa Surya dari Kementerian Keuangan.

Hal itu diungkapkan Mashudi ketika jadi saksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (21/4/2021). Di sana, Zulkifli AS langsung hadir di ruang sidang dengan majelis hakim yang dipimpin Lilin Herlina.

Mashudi menceritakan bagaimana awal bisa mengenal pejabat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai. Awalnya, pada 2016, dia dan Tatang Jaelani melakukan presentasi alat peraga di dinas itu.

Mashudi dan Tatang membawa nama PT Ravindo Makmur Abadi. Perusahaan itu menyediakan peralatan seperti laptop, komputer dan lainnya.

Mashudi menyebutkan, dia bergabung di PT Ravindo atas ajakan Tatang Jaelani. Namun dia mengaku tidak mengetahui pasti jabatan Tatang di perusahaan tersebut. "Bos, tapi tak tahu jabatannya," kata Mashudi.

Setelah presentasi itu, komunikasi dengan Sya'ari sering terjadi. Dia mengaku mendapat info tentang adanya kegiatan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai dari Sya'ari.

"Dia infokan ke saya. Pak Mashudi di tempat kita (Dinas Pendidikan) ada pengadaan alat peraga," kata Mashudi mengulangi ucapan Sya'ari ketika itu.

Informasi itu disampaikan Mashudi ke Tatang di Jakarta. "Saya bilang, oh iya. Nanti saya infokan ke Jakarta (Tatang)," kata Mashudi mengulangi ucapannya kepada Sya'ari.

Tak lama kemudian, Mashudi kembali dihubungi Sya'ari kalau kegiatan pengadaan alat peraga di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai jadi dilaksanakan. Kali ini bukan terkait pengerjaan kegiatan tapi Sya'ari meminta bantu.

"Dihubungi lagi, kegiatan jadi dilaksanakan tapi dia minta bantu (uang) untuk ke Jakarta. Waktu itu sekitar satu bulan setelah pertemuan, kalau tak salah sekitar Juli 2017," tutur Mashudi.

Permintaan itu disampaikan ke Tatang dan disanggupi. Disinyalir uang itu diberikan kepada seseorang untuk pengurusan DAK Dumai.

Hakim mempertanyakan untuk apa uang yang diminta. "Kata dia untuk kasih uang ke Jakarta yang mulia," ucap Mashudi tidak mengetahui kepada siapa uang itu diberikan.

Dua minggu kemudian, Sya'ari kembali menghubungi Mashudi dan mengabarkan kalau dirinya jadi ke Jakarta. "Dia mau ambil uang yang diminta," ucap Mashudi.

Uang itu diminta Sya'ari diserahkan di Hotel Redtop Jakarta. Uang diserahkan sebesar Rp50 juta. "Uang itu berasal dari Pak Tatang," kata Mashudi.

Setelah serahkan uang, Mashudi tidak mendapat kabar lagi. Kemudian dia diminta Tatang datang ke Dinas Pendidikan Kota Dumai untuk menanyakan kegiatan pengadaan alat peraga tersebut, jadi atau tidak.

Mashudi diarahkan menemuai Indra Syarif selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). "Pak Indra bilang lihat aja nanti di ULP, (Unit Layanan Pengadaan)," ucap Mashudi. Setelah itu dia tidak mengetahui lagi kelanjutan proses proyek.

Hakim mempertanyakan apakah Sya'ari ada menyebutkan kalau kegiatan akan diserahkan kepada perusahaan milik Tatang. "Disebut nanti Pak Tatang yang akan melaksanakan kegiatan itu. Proyek itu memang didapat Pak Tatang tapi saya tidak tahu prosesnya," ucap Mashudi.

Selain ke Sya'ari, penyerahan uang juga dilakukan kepada Indra Syarif sebesar Rp10 juta. Uang diserahkan secara bertahap pada November 2017, masing-masing Rp2,5 juta dan Rp7,5 juta.

Ada juga uang untuk Tim PHO sebesar Rp5 juta. Uang itu diberikan kepada Ali Wardana setelah pekerjaan pengadan alat peraga selesai dilakukan PT Ravindo.

Menurut Mashudi, PT Ravindo pada 2017 mendapat dua kegiatan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai. Anggaran kegiatan itu, masing-masing sebesar Rp900 juta.

Ternyata, di tahun 2016, PT Ravindo juga pernah mendapat kegiatan pengadaan alat peraga untuk sekolah dasar dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Dumai, dan ketika itu perusahaan memberi uang Rp20 juta.

Pada kesempatan itu, Mashudi, juga mengaku pernah berkomunikasinya dengan ajudan Zulkifli AS ketika berada di Jakarta. Dia menyebutkan sedang berada di Jakarta karena Zulkifli AS sedang ada tugas di sana.

"Mempertanyakan tempat menginap. Dapat dua kamar, untuk Anggi dan saya. Kalau bapak (Zulkifli AS) tidak minta karena kata Anggi sudah ada kamar sendiri," tutur Mashudi.

Di Jakarta, Mashudi mengaku menemani Zulkifli AS menemui Direktur Jalan di Kementerian PUPR, Arif Rahman. Tujuannya untuk mengantarkan proposal terkait jalan, dan menanyakan apa lagi yang kurang.

Pada persidangan itu, tidak hanya Mashudi yang jadi saksi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Yosi Andika Pratama, juga menghadirkan saksi Vera Chyntiana.

Vera merupakan Ketua Pokja ULP ketika itu yang juga merupakan keponakan dari Zukifli AS. Dia mengaku tidak pernah mendapat 'pesanan' baik itu dari kepala daerah maupun pihak lainnya dalam memenangkan suatu perusahaan yang mengikuti lelang.

Hakim mempertanyakan apakah Vera pernah dihubungi Wakil Wali Kota Dumai saat itu, Eko Suharjo, agar memenangkan perushaan yang dibawanya.

"Pernah gak dia minta proyek?" tanya hakim. Awalnya Vera sempat mengelak, tapi setelah didesak akhirnya dia mengakuinya. "Pernah," jawab Vera.

Proyek dimaksud adalah kegiatan pengadaan makan minum di RSUD Kota Dumai. "Intinya Pak Wakil (Wako Dumai) minta memenangkan suatu perusahaan. Itu setelah saya menetapkan pemenang," ungkap Vera.

Namun meski menyatakan ketika itu sudah ditetapkan pemenang lelang, ternyata, perusahaan yang menang tender adalah perusahaan yang dibawa Wakil Walikota, yakni CV Afifah Jaya.

JPU juga menghadirkan tiga saksi lain. Mereka adalah Watono selaku eks Kasi program RSUD Dumai atau pengusul RKA DAK 2017 dan 2018 RSUD Dumai. Dia menjelaskan terkait pengajuan DAK kesehatan di RSUD Dumai.

Dia menjelaskan RSUD Kota Dumai mengajukan anggaran sebesar Rp25 miliar untuk pembangunan ruang ICU dan kebidanan pada 2017. Anggaran itu masuk dalam APBN 2018, dan terealisasi sebesar Rp20 miliar.

Kemudian saksi Ali Ibnu Umar yang merupakan eks Kasubag Program Disdik atau pengusul RKA DAK APBN-P 2017 Dinas Pendidikan. dan Vera Chyntiana selaku Ketua Pokja ULP yang juga merupakan keponakan Zukifli AS.

Zulkifli AS didakwa JPU pada 2016 hingga 2018 melakukan suap kepada Yaya Purnomo selaku Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Jenderal Perimbangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Uang juga diberikan kepada Rifa Surya selaku Kepala Seksi Perencanaan Dana Alokasi Khusus Fisik II, Subdirektorat Dana Alokasi Khusus Fisik II dan Kepala Seksi Perencanaan Dana Alokasi Khusus non fisik. "Uang diberikan sebesar Rp100 juta, Rp250 juta, Rp200 juta dan SGD35.000," kata JPU.

Selain suap, JPU juga mendakwa Zulkifli AS menerima gratifikasi sebesar Rp3.940.203.152. Uang tersebut diterimanya dari pemberian izin kepada perusahaan yang mengerjakan proyek di Kota Dumai dan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintahan Kota Dumai.

Uang diperuntukkan berbagai kepentingan pribadi Zulkifli AS. Ada uang untuk biaya ritual doa keberhasilan Zulkifli AS dan keluarganya, pembelian barang antik, pembelian bata terkait pembangunan rumah Zulkifli AS di Jalan Bundo Kandung Pekanbaru.

Ada juga pemberian uang dengan menggunakan kartu debit, untuk biaya pembayaran pembelian tanah di Jalan HM Sidik Kelurahan Pelintung Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai dan Untuk pembayaran pada aplikasi Traveloka.

Ada juga uang diberikan kepada Media Riau Pesisir terkait sumbangan untuk penyewaan posko pemenangan, Syamsuar dan Edi Natar Nasution sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Riau. Jumlahnya sebesar Rp20 juta.

Uang juga diberikan untuk penyertaan modal bisnis anak Zulkifli atas nama Nanda Octavia, sebagai pemilik Rumah Sakit Yasmin. Ada juga pemberian uang untuk pembayaran jasa pengacara pada Kantor Hukum SAM & Partners untuk keperluan Zulkifli.

Tidak hanya itu, ada penerimaan uang untuk pembelian perabot kamar tidur di rumah Zulkifli AS. Pembelian bahan batik di Toko Mumbay Tekstile dan lainnya.

Dalam perkara suap, Zulkifli AS dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf b Jo Pasal 13 Undang-undang (UU) RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Di gratifikasi, Zulkifli AS disangkakan Pasal 12B Jo Pasal 11 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.






Tulis Komentar