Cara Cegah COVID-19, Suku Talang Mamak Persembahkan Kambing kepada Arwah Leluhur

Batin Talang Mamak melepaskan satu ekor kambing jantan warna hitam ke dalam hutan keramat untuk dipersembahkan kepada leluhur, sebagai upaya mencegah wabah agar tidak masuk kedalam tanah/kampung mereka.

INHU - "Yang Disebutkan Menolak, Segajian Balak Yang Disungkep Langet, Yang Ditanai Gumi Diumat Hamba Allah. Selantak Parit Salingkung Kota, Sebuah Suku Talang Mamak".

Demikian ucapan mantera yang di ucapkan Batin Talang Mamak saat menggelar ritual pengobatan tradisional atau adat kampung. Ritual itu dilaksanakan dengan maksud untuk menghalau wabah penyakit agar tidak sampai ke tanah Suku Talang Mamak.

Disebutkan, pembacaan doa atau mantera ketika acara ritual itu oleh Batin Talang Mamak, melihat kondisi saat sekarang ini akan bahaya Pandemi COVID-19 agar tidak sampai ke tanah perkampungan mereka.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kabupaten Inhu, Gilung mengatakan, bahwa ritual pengobatan kampung itu dilakukan di Desa Talang Perigi, Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Inhu pada Ahad 5 April 2020 lalu.

Inti penting dari ritual itu, kata Gilung, adalah melepas seekor kambing hitam ke dalam hutan keramat, sebagai persembahan kepada arwah leluhur Suku Talang Mamak. "Didalam hutan keramat itu, dulu para leluhur Suku Talang Mamak hilang (raip)," jelas Gilung.

Menurutnya, sebelum prosesi pelepasan kambing, terlebih dahulu digelar sejumlah tahapan ritual. Sejak pagi hari, perempuan-perempuan Talang Mamak menyiapkan sejumlah syarat ritual. Antara lain daun layur, limas asap, pinang, kapur, sirih, gambir, tembakau, beras kunyit, dan kemenyan.

"Kemudian seluruh syarat itu dibawa oleh Batin, Mangku, Ketua Adat masyarakat Talang Mamak, ke dalam hutan keramat," jelas Gilung.

Gilung menuturkan, sedikitnya 25 orang para tokoh adat Talang Mamak yang berangkat ke dalam hutan keramat. Sesampainya di hutan keramat, Mangku mengatur syarat ritual pengobatan kampung.

Ritual diawali dengan membakar kemenyan. Selanjutnya, Batin memanjatkan doa kepada leluhur mereka dan dilanjutkan dengan melepas kambing hitam. Persembahan kambing hitam kepada leluhur itu dimaksudkan agar leluhur melindungi mereka dari segala wabah penyakit.

"Setelah selesai ritual di hutan keramat, selanjutnya para tokoh adat pulang ke rumah Batin. Saat berasa dirumah Batin, digelar acara penegakan hukum sesuai dengan adat Talang Mamak. Batin juga berdoa secara adat untuk membuang marabahaya yang masuk ke dalam kampung," terang Gilung.

Gilung menambahkan, bahwa ritual itu tidak pernah dilakukan selama kurun waktu 40 tahun terakhir ini. "40 tahun lalu ada wabah yang menimpa suku Talang Mamak. Menurut cerita orangtua di Suku Talang Mamak, dalam satu bulan itu sampai 100 orang meninggal dunia akibat wabah. Jadi waktu itu dilakukan pengobatan seperti ini," kata Gilung.

Namun Gilung tidak bisa menjelaskan seperti apa wabah yang di maksudkan itu. Namun penderitanya mengalami sakit perut. Akibat minimnya pelayanan kesehatan kepada Suku Talang Mamak waktu itu, hingga si penderita hanya mampu bertahan selama 24 jam.

Gilung menyampaikan, wabah COVID-19 hingga kini belum melanda tanah Talang Mamak. Akan tetapi ritual tersebut digelar sebagai bentuk kesiapan masyarakat Suku Talang Mamak.

Gilung menyampaikan, Pandemi COVID-19 sangat berdampak pada acara-acara adat masyarakat Suku Talang Mamak. Padahal sisi kehidupan masyarakat Suku Talang Mamak tidak dapat dipisahkan dari adat.

Pandemi COVID-19 membuat sejumlah acara-acara adat masyarakat Suku Talang Mamak terhenti, salah satunya adat pernikahan.

Seperti yang disampaikan Gilung, akibat pandemi COVID-19, para Batin tidak dapat membuat perjanjian untuk mengatur jadwal pelaksanaan acara adat pernikahan.
Gilung menyampaikan, Batin memegang peran penting dalam penentuan tanggal pelaksanaan acara adat.

"Sebelum acara adat digelar, harus meminta izin dulu ke Batin. Prosesnya dari warga Suku Talang Mamak, menemui Ninik Mamak. Kemudian Ninik Mamak menemui Ketua Adat, lantas Ketua Adat ke Mangku, lalu Mangku menyerahkan pesirihan ke Batin. Dalam pesirihan yang diserahkan itu terdapat daun sirih, pinang, tembakau, gambir, dan kapur," beber Gilung.

"Apa yang sudah ditetapkan dengan perjanjian bersama para batin, tidak boleh dirubah. Apabila dirubah, maka akan ada efek buruknya ke depan," ujar Gilung, tentang sakralnya sebuah perjanjian sebelum acara adat bagi Suku Talang Mamak.

Namun, karena pandemi COVID-19 yang semakin meluas, Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Inhu beserta aparat berwenang, mengimbau warga agar tidak menggelar acara yang mengumpulkan orang dalam jumlah besar. Pembatasan itu juga berdampak pada ditundanya sejumlah acara adat Suku Talang Mamak.

Beberapa waktu lalu ada acara adat di Rakit Kulim yang tetap digelar. Karena imbauan dari pemerintah itu terlambat diterima oleh masyarakat di sana, sementara itu mangku dan batin sudah berjanji maka acara tetap dilanjutkan. Walau acara adat pernikahan tetap dilanjutkan tapi warga tidak diperbolehkan berkumpul.

Tetapi, setelah imbauan pemerintah tersebut diterima, maka seluruh tokoh adat Talang Mamak sepakat untuk menunda pelaksanaan acara adat. Namun khusus acara adat kematian tetap digelar dengan kehadiran beberapa tokoh adat. "Kalau acara kematian kan tidak bisa ditunda," kata Gilung.






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar