HMI Pekanbaru Soroti Green Policing dan Jambore Karhutla Polda Riau Gagal Total


PEKANBARU,INDOVIZKA.COM– Greenwashing institusional kini dipertontonkan secara terang-terangan. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Pekanbaru melalui Kepala Bidang Hukum dan Advokasi, Farhan Abrar, menilai kegiatan bertajuk Green Policing dan Jambore Karhutla yang digelar oleh Polda Riau sebagai seremoni semata,bahkan jauh dari upaya serius menghadapi kedaruratan ekologis yang sedang terjadi di Riau.

Ditengah meningkatnya jumlah titik panas dan kualitas udara yang makin memburuk, kegiatan yang seharusnya fokus pada penanganan langsung justru berubah menjadi panggung pencitraan. Mahasiswa yang dilibatkan pun tidak diberi ruang kritis. Lagi-lagi, pemuda dijadikan pemanis legitimasi, bukan mitra dalam pembenahan kebijakan.

“Kita sedang berhadapan dengan bencana asap, tapi yang muncul justru panggung simbolik. Ini bukan penyelamatan lingkungan,ini pertunjukan tanpa naskah dan tanpa arah,”ungkap Farhan Abrar, Kabid Hukum dan Advokasi HMI Cabang Pekanbaru.Selasa(5/8/2025).

HMI juga menyoroti keterlibatan sejumlah perusahaan besar di Riau yang selama ini dikaitkan dengan konflik lingkungan dan deforestasi. Ironisnya, bukannya dievaluasi atau diperiksa, mereka malah diberi ruang dalam narasi kolaborasi seolah-olah rekam jejak buruk bisa dimaafkan hanya dengan hadir di acara bertema lingkungan.

“Kalau yang pernah merusak malah dikasih panggung di acara penyelamatan lingkungan, itu bukan solusi—itu pembiaran yang dikemas jadi kerja sama. Keadilan ekologis tidak bisa dibangun di atas amnesia institusional,"tambah Farhan.

HMI mempertanyakan dimana keberpihakan aparat saat masyarakat mulai mengeluh sesak napas dan udara dihirup penuh partikel berbahaya. Ketika publik butuh ketegasan, yang muncul justru seremoni dan jargon. Di saat krisis, masyarakat perlu perlindungan, bukan pencitraan.

“Kalau kita sudah tidak bisa percaya lagi kepada aparat, lalu kepada siapa masyarakat akan menitipkan harapannya di negeri ini?”

Fakta lapangan bicara,bahwa sebanyak 135 titik panas tersebar di berbagai wilayah Riau per 3 Agustus 2025 (data BMKG).Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) telah berjalan sejak 21 Juli, namun tidak mampu meredam api karena lemahnya penindakan dan lambannya respon.

Warga di Rokan Hilir, Pelalawan, dan Indragiri Hulu mulai mengalami gangguan pernapasan akibat paparan asap.
Hingga kini, belum ada kejelasan dari pihak kepolisian soal pelaku utama pembakaran ataupun perkembangan proses hukumnya.

Mahasiswa bukan pelengkap seremoni. Pelibatan pemuda harus membuka ruang kritis dan partisipatif, bukan sekadar hadir untuk hiasan dokumentasi. Konsep Green Policing yang digaungkan juga tak boleh berhenti di baliho atau seremoni. Kalau tak ada keberanian menyentuh akar masalah, jargon hijau hanya akan jadi kedok untuk meninabobokan publik.

Disaat rakyat butuh udara bersih, Jambore Karhutla tidak bisa dipakai untuk memadamkan api. Sekarang yang  dibutuhkan adalah tindakan hukum yang tegas, transparansi institusi, dan keberpihakan kepada masyarakat.

Bukan perlindungan terhadap kepentingan koorporasi yang selama ini memperparah krisis. Bila semua ini terus dijalankan tanpa perubahan arah, maka yang sedang kita hadapi bukan hanya krisis ekologi, tetapi juga krisis akal sehat dan keberanian institusi. Tegasnya






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar