Perusahaan Luhut Tak Cari Untung di Bisnis PCR


JAKARTA (INDOVIZKA) - Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi membantah bahwa Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mencari untung dalam bisnis tes Polymerase Chain Reaction (PCR) selama pandemi Covid-19.

Dia menjelaskan, terkait PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) yang dikaitkan juga melibatkan Menko Luhut, pada mulanya Menko Luhut diajak oleh teman-teman dari Grup Indika, Adaro, Northstar, yang memiliki inisiatif untuk membantu menyediakan tes Covid-19 dengan kapasitas test yang besar. Karena hal ini dulu dianggap menjadi kendala pada masa-masa awal pandemi.

"Jadi total kalau tidak salah ada 9 pemegang saham di situ. Yayasan dari Indika dan Adaro adalah pemegang saham mayoritas di GSI ini," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (02/11/2021).

Dia pun menegaskan pembentukan PT GSI ini bukan untuk mencari untung bagi para pemegang saham, melainkan hanya berupa kewirausahaan sosial.

"Kalau dilihat grup-grup itu kan mereka grup besar yang bisnisnya sudah well established dan sangat kuat di bidang energi, jadi GSI ini tujuannya bukan untuk mencari profit bagi para pemegang saham. Sesuai namanya GSI ini Genomik Solidaritas Indonesia, memang ini adalah kewirausahaan sosial. Malah di awal-awal GSI ini gedungnya diberikan secara gratis oleh salah satu pemegang sahamnya, agar bisa cepat beroperasi pada periode awal dan membantu untuk melakukan testing Covid-19," paparnya.

Sampai saat ini, lanjutnya, tidak ada pembagian keuntungan dalam bentuk dividen atau bentuk lain kepada pemegang saham.

"Saya melihat keuntungan mereka malah banyak digunakan untuk memberikan test swab gratis kepada masyarakat yang kurang mampu dan petugas kesehatan di garda terdepan, kalau tidak salah lebih dari 60 ribu tes yang sudah dilakukan untuk kepentingan tersebut, termasuk juga membantu di Wisma Atlet," tuturnya.

Dia pun menegaskan partisipasi Luhut di bisnis ini adalah bagian dari usaha saat penanganan di awal pandemi dan memberikan donasi alat test PCR dan reagen ke beberapa fakultas kedokteran di sejumlah kampus.

"Seperti yang sudah saya jelaskan juga di atas, partisipasi dari Pak Luhut di GSI ini adalah bagian dari usaha bapak untuk membantu penanganan pandemi pada masa-masa awal dulu, selain tadi donasi pemberian alat-alat test PCR dan reagen yang diberikan kepada fakultas kedokteran di beberapa kampus seperti yang saya sebutkan diatas," jelasnya.

"Pak Luhut juga ikut membantu Nusantics, salah satu startup di bidang bioscience, untuk membuat reagen PCR buatan anak bangsa yang saat ini diproduksi oleh Biofarma," lanjutnya.

Dia pun menegaskan terkait partisipasi Toba Bara Sejahtra di GSI ini tidak ada maksud bisnis di dalamnya. Dia menjelaskan, Toba Bumi Energi adalah anak perusahaan Toba Bara Sejahtra, dan saham Luhut yang dimiliki melalui Toba Sejahtra di Toba Bara Sejahtra sudah sangat kecil yaitu di bawah 10%

"Jadi Pak Luhut tidak memiliki kontrol mayoritas di TBS, sehingga kita tidak bisa berkomentar terkait Toba Bumi Energi," ujarnya.

"Jadi tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtra di GSI, apalagi Pak Luhut sendiri selama ini juga selalu menyuarakan agar harga tes PCR ini bisa terus diturunkan sehingga menjadi semakin terjangkau buat masyarakat," tuturnya.

Pihaknya pun menyayangkan adanya isu seperti ini. Menurutnya ini akan berdampak pada pihak yang ingin membantu saat krisis terjadi akan berpikir dua kali nantinya.

"Sangat disayangkan upaya framing seperti ini. Ini berpotensi menyebabkan para pihak yang ingin membantu jika terjadi krisis berpikir dua kali. Ini akan membuat pihak-pihak yang ingin tulus membantu dalam masa krisis menjadi enggan," tuturnya.

"Ini sama sekali tidak benar. Ya begitulah kalau oknum sudah hati dan pikirannya ingin menjatuhkan orang lain. Orang ingin berbuat baik pun dihajar dengan segala cara," tegasnya.

Dia pun memastikan bahwa PT GSI tidak pernah bekerja sama dengan BUMN atau pun mendapatkan dana dari pemerintah.

"GSI ini tidak pernah kerjasama dengan BUMN ataupun mendapatkan dana dari pemerintah. Justru mereka melakukan genome sequencing secara gratis untuk membantu Kementerian Kesehatan," tandasnya.

Dia pun menjelaskan bahwa kebijakan tes PCR untuk calon penumpang pesawat terbang diberlakukan untuk mengantisipasi liburan Natal dan Tahun Baru 2022 (Nataru).

"Data dari kami menunjukkan tingkat mobilitas di Bali misalnya sudah sama dengan Nataru tahun lalu, padahal ini masih bulan Oktober. Tingkat mobilitas masyarakat pada umumnya juga sudah naik di atas level pra pandemi. Sementara itu, tingkat kedisiplinan masyarakat di masa pandemi ini berdasarkan tim yang kita kirim ke banyak tempat juga terus berkurang. Misalnya di tempat-tempat wisata, restoran, dan kafe/bar," tuturnya.

"Kita harus belajar dari pengalaman negara lain, seperti negara-negara Eropa, Amerika, Singapura, yang terlalu cepat melakukan relaksasi aktivitas masyarakat dan protokol kesehatan karena merasa tingkat vaksinasi dosis dua sudah di atas 60%, dan sekarang mereka mengalami lonjakan kasus yang signifikan, bahkan secara relatif terhadap populasi, jumlah kasus harian mereka saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan puncak kasus kita pada 15 Juli 2021," bebernya.

Dia mengatakan, saat ini tingkat vaksinasi dosis 2 RI baru mencapai kira-kira 35%, bahkan untuk lansia masih lebih kecil lagi, padahal lansia ini adalah kelompok rentan yang banyak meninggal pada periode Juli-Agustus lalu karena belum divaksin.

"Dengan tingkat vaksinasi yang relatif masih kecil, kita sudah melakukan banyak relaksasi aktivitas masyarakat, karena kita imbangi dengan penerapan 3M yang ketat, testing tracing yang tinggi dan penggunaan peduli lindungi," tuturnya.

"Menurut data kami dari Peduli Lindungi dan NAR, ada 103 orang yang menggunakan pesawat terbang pada periode 19-24 Oktober yang kemudian terdeteksi positif Covid-19 dalam 8 hari setelah mereka terbang, bahkan ada 13 yang kemudian terdeteksi positif satu hari setelah terbang," jelasnya.






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar