Pilihan
Presiden Segera Keluarkan Perpres Media Sustainability
Senam Inhil Sumbang Medali Emas Perdana di Porprov X Riau
COVID-somnia, Gangguan Tidur di Masa Pandemi Covid-19 dan Dampaknya
JAKARTA (INDOVIZKA) - Sebuah studi observasional terhadap lebih dari 230.000 rekam medis pasien yang dimuat dalam jurnal The Lancet Psychiatry (April 2021) menyatakan satu dari tiga orang penyintas COVID-19 akan mengalami gangguan saraf atau psikiatri dalam kurun waktu enam bulan setelah terinfeksi virus corona. Gangguan psikiatri yang paling umum ditemukan adalah insomnia dan gangguan kecemasan.
Sebanyak 13 persen dari pasien COVID-19 terdiagnosa mengalami keluhan ini. Diagnosis tersebut menjadi yang pertama kali. Artinya, mereka tidak pernah memiliki riwayat gangguan tersebut sebelumnya.
Istilah COVID-somnia atau Coronasomnia mulai dikenal sekitar musim panas 2020 untuk menggambarkan dampak pandemi global terhadap pola tidur seseorang. Data yang diperoleh dari hampir seluruh belahan dunia memperlihatkan adanya jumlah besar populasi yang mengalami kesulitan tidur.
- PWI Riau Tuan Rumah HPN 2025 Diharapkan Melibatkan Generasi Muda
- Ingin Mengubah Status di KTP Sangat Mudah, Begini Caranya
- Kapan Pelantikan Anggota Dewan Terpilih 2024? Cek Jadwalnya
- Gugatan Hasil Pilpres 2024 Ditolak MK, Begini Respons Tim Hukum Anies
- Senin Pagi, MK Bacakan Putusan Gugatan Sengketa Pilpres 2024
Pada 2020, British Sleep Society melaporkan kurang dari separuh penduduk Inggris bisa tidur yang menyegarkan. Sementara di Amerika Serikat, masalah kurang tidur sudah dianggap sebagai epidemi oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Sejak pandemi COVID-19, kasus insomnia semakin meningkat hingga mencapai 40 persen.
Gangguan tidur selama pandemi COVID-19 ini disebut sebagai pandemik (epidemi yang disebabkan, diperburuk oleh, dan berjalan beriringan dengan pandemi) oleh Dr. Abhinav Singh, direktur medis The Indian Sleep Center. Pandemi COVID-19 telah mengubah hampir semua aspek kehidupan sehari-hari.
Anak-anak dan orang tua menyesuaikan diri dengan bersekolah jarak jauh. Jutaan pekerja beralih ke bekerja jarak jauh, dirumahkan, atau kehilangan pekerjaan sama sekali. Banyak orang mengalami penyakit dan kehilangan anggota keluarganya karena COVID-19. Belum lagi adanya ketidakpastian sosial ekonomi yang berkesinambungan.
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila orang mengalami sulit tidur. Dengan begitu, banyak beban dan kecemasan yang datang secara simultan.
Spesialis kedokteran jiwa Leonardi A. Goenawan mengemukakan tiga hal yang dianggap jadi penyebab gangguan tidur. Pertama, stres yang meningkat. Stres emosional akibat pandemi dapat mengubah arsitektur tidur, memperpendek durasi gelombang lambat yang bersifat restoratif, meningkatkan rapid eye movement (REM), dan cenderung membuat orang lebih sering terbangun di malam hari.
Dalam suatu penelitian dikatakan kondisi ini dapat tetap terjadi selama dua tahun setelah orang mengalami tekanan emosional yang berat seperti pada pandemi ini. Menurut dokter di RS Pondok Indah – Puri Indah itu, stres juga akan meningkatkan kadar kortisol, hormon yang bekerja berlawanan dengan melatonin, hormon yang bertanggung jawab untuk kualitas tidur.
Selama hormon kortisol tetap dalam konsentrasi yang tinggi, maka produksi melatonin akan terganggu, sehingga kualitas tidur juga akan terganggu. Terjebak di rumah juga memberikan tekanan tersendiri. Tidak bisa keluar rumah selama berhari-hari, melakukan segalanya dari rumah bersama seluruh anggota keluarga yang juga sedang berusaha menyesuaikan diri untuk belajar atau bekerja secara daring, kurangnya paparan sinar matahari, selain menimbulkan stres, juga akan mengganggu irama sirkadian (proses alami yang mengatur siklus tidur-bangun setiap hari).
Kedua, hilangnya rutinitas harian. Protokol menjaga jarak mengubah banyak aspek dalam menjalankan kesenangan pribadi hingga kehidupan sosial. Hilangnya berbagai aktivitas ini akan menimbulkan perasaan terisolasi dan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental.
Sementara berbagai aktivitas yang normal memiliki kontribusi yang besar untuk menjaga stabilitas irama sirkadian karena berfungsi sebagai penanda waktu. Sejak pandemi, seluruh aktivitas menjadi sangat minim bahkan hilang.
Ketiadaan aktivitas rutin tersebut cenderung membuat tidur lebih larut dan bangun lebih siang. Di samping kualitas tidur menjadi buruk, gangguan pada irama sirkadian tersebut juga akan berdampak pada fungsi biologis lain, termasuk pencernaan, respons imunitas, dan lainnya.
Ketiga, meningkatkan konsumsi informasi. Terlalu banyak mengonsumsi informasi akan secara bermakna meningkatkan tekanan mental dalam bentuk kecemasan dan ketakutan. Belum lagi berhadapan dengan disinformasi dan hoaks. Durasi berada di depan monitor atau waktu layar dikaitkan dengan menurunnya kualitas tidur, terutama apabila dilakukan pada malam hari. Sinar biru dari monitor akan merangsang tubuh untuk mempertahankan kadar kortisol tetap tinggi dan menekan produksi melatonin.
Itulah sekilas dampak pandemi COVID-19 terhadap kesehatan mental, terutama pengaruhnya pada kualitas tidur. Dia mengatakan tidur adalah bagian paling sentral dalam kehidupan untuk memastikan seluruh fungsi tubuh dapat melakukan tugas dengan baik melalui keteraturan irama sirkadian yang akan menjaga tubuh tetap sehat, produktif, dan sejahtera.
Anda dapat berusaha membuat suasana menjadi kondusif sehingga tidur lebih nyenyak dengan persiapan seperti memastikan tubuh dalam kondisi bersih dan nyaman, menghindari paparan layar gawai sebelum tidur, menyalakan musik pengantar tidur, dan berdoa. Bagaimanapun, semua orang perlu menyadari pentingnya menyikapi kondisi pandemi ini dengan tetap berusaha rileks dan mendapatkan hiburan atau aktivitas yang menyenangkan agar terhindar dari gangguan mental. Gangguan mental seperti munculnya kecemasan tidak boleh diremehkan karena dapat memicu gangguan kesehatan akibat menurunnya imun.
Berita Lainnya
Korban DBD di Kuansing Berjatuhan Lagi, Dinkes Salahkan Warga
Peneliti Temukan Flu Babi Jenis Baru yang Bisa Jadi Pandemi
Hasil Awal Uji Coba Vaksin Covid-19 kepada Manusia Tampaknya Menjanjikan
4 Tanda Anak Punya Kecerdasan di Atas Rata-Rata
Covid-19 Varian Omicron, Ini 4 Sifatnya yang Mengkhawatirkan
Capaian Vaksinasi Polio di Pekanbaru Baru 18%
Tak Perlu Pakai Resep, Obat Corona Buatan Indonesia Akan Dijual Bebas
Kondisi Membaik, Pasien Terduga Corona Sudah Bisa Dikunjungi Keluarga
8 Manfaat Kolang Kaling untuk Kesehatan
9 Khasiat Minyak Eucalyptus bagi Kesehatan, Bantu Redakan Batuk dan Nyeri Sendi
Akibatnya Sangat Fatal! Jangan Makan Mie Instan dengan Cara Ini
198 PDP Covid-19 di Riau Masih Dalam Perawatan