10 Tahun Cari Keadilan, Korban Penganiayaan di Rohil Surati Mahfud MD dan Presiden

Ilustrasi. (Net)

INDOVIZKA.COM - Korban penganiayaan sadis di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) terus mencari keadilan. Kini korban melalui kuasa hukumnya, Suroto, menyurati Kapolda Riau, Menkopolhukam Mahfud MD dan Presiden RI Joko Widodo.

Kasus penganiayaan sadis terhadap keluarga Rajiman (suami), istrinya Maryatun dan anak mereka, Arazaqul terjadi pada tanggal 5 Maret 2013 lalu. Hingga kini setelah sepuluh tahun kasus ini tak kunjung tuntas.

"Dengan tidak profesionalnya penyidik Polres Rokan Hilir dan penyidik Ditreskrimum Polda Riau selama bertahun-tahun dalam penanganan perkara penganiayaan berat klien kami sekeluarga, membuat klien kami selaku Warga Negara Indonesia tidak merasakan adanya polisi/penegak hukum," kata Suroto, Kamis (15/6/2023).

"Terkait persoalan di atas, kami layangkan surat ke Kapolda Riau, Menkopolhukam RI hingga Presiden RI agar perkara ini segera diusut tuntas dan para pelaku bisa ditangkap," tegasnya lagi.

Kuasa hukum keluarga korban, Suroto, menjelaskan peristiwa penganiaan terjadi pada 5 Maret 2013. Kliennya bernama Rajiman bersama istrinya Maryatun dan anaknya bernama Arazaqul (6) menjadi korban penganiayaan sadis yang diduga dilakukan oleh tiga orang pekerja kebun milik AB yang diketahui merupakan mantan anggota Kepolisian dan mantan anggota DPRD Kabupaten Labuhan Batu Selatan – Sumut tahun 2014-2019.

Dimana kata Suroto, penganiayaan terhadap satu keluarga tersebut terjadi di Kepenghuluan Pasir Limau Kapas, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Rokan Hilir, Riau.

"Akibat penganiayaan tersebut klien kami Rajiman menderita 25 tusukan di depan dan belakang badannya, kepala 6 bacokan, tulang leher dibor pakai pisau, isterinya menderita luka bacok di tangan, jempol patah, kepala dan dada dihantami kayu dan dibuang ke parit kanal, anaknya bernama Arazaqul dipukul dada dan kepalanya," ungkap Suroto, Kamis (15/6/2023).

Dimana sehari setelah dianiaya itu anak kliennya demam tinggi dan selalu muntah jika makan dan minum melalui mulut. Terhadap kondisi tersebut pihak RSUD Rokan Hulu dan RSUD Arifin Achmad Riau menyampaikan ada kerusakan pada saluran pencernaan anak itu.

"Sampai sekarang setelah sudah 10 tahun berlalu anak tersebut tidak dapat makan minum melalui mulut seperti orang pada umumnya, hanya bisa konsumsi susu yang disuntikan melalui selang bantu yang dipasang diperut," ujarnya.

Lanjutnya, saat peristiwa penganiayaan tersebut terjadi, setelah para pelaku mendengar suara sepeda motor menantu kliennya bernama Sumardi alias Gading dari kejauhan, para pelaku melarikan diri.

Saat itu menantu kliennya beserta istrinya melihat jelas wajah pelaku dimana yang dua orang dikenalinya sebagai JS dan MK, sedangkan yang satu lagi tidak diketahui namanya.

Tidak hanya dianiaya, beberapa bulan berikutnya rumah kliennya berikut isinya juga dibakar oleh orang yang diduga juga pekerja kebun milik AB.

Sehari kemudian menantu kliennya bernama Sumardi melaporkan penganiayaan berat tersebut ke Polsek Panipahan, Rokan Hilir. Namun saat itu Sumardi tidak diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL).

Menindaklanjuti laporan itu, selanjutnya Tim dari Polsek Panipahan yang salah satunya bernama Nestor mencari pelaku ke barak yang biasa ditinggali pelaku akan tetapi pelaku telah melarikan diri.

Selanjutnya Tim Polsek Panipahan melihat kondisi para korban di rumah sakit Indah Bagan Batu, Rokan Hilir. Akan tetapi setelah itu selama bertahun-tahun perkara penganiayaan sadis tersebut didiamkan oleh Penyidik Polsek Panipahan.

"Jangankan terhadap pelaku dicari dan ditangkap terhadap para korban yang telah sehat pun tidak pernah diperiksa dan di BAP. Terhadap tidak profesionalnya penyidik Polsek Panipahan, Rokan Hilir, Riau menangani perkara penganiayaan berat terhadap klien kami sekeluarga, kami telah mengadukanya ke Propam Polda Riau," cakapnya.

Dan terhadap penyidik Polsek Panipahan kata Suroto telah disidangkan dalam sidang komisi kode etik Polri dan telah diputus melakukan pelanggaran berdasarkan putusan komisi kode etik Polri nomor PUT/29/XI/KEP/2019/KKEP tanggal 25 November 2019 dan nomor : PUT/04/XI/KEP/2019/KKEP, tanggal 10 November 2019.

Oleh karena perkara penganiayaan berat terhadap kliennya dan keluarganya yang telah dilaporkan ke Polsek Panipahan, Rokan Hilir tidak ada tindak lanjutnya, maka pada tahun 2016 istri kliennya datang ke Polres Rokan Hilir untuk menyampaikan komplain atas tidak diprosesnya perkara penganiayaan yang dialaminya pada ahun 2013.

Akan tetapi sayangnya Polres Rokan Hilir malah menerbitkan Laporan Polisi yang baru yang teregister dengan nomor : LP/151/10/2016. Setelah laporan polisi yang baru tersebut diterbitkan, sampai dengan 5 bulan berikutnya penyidik Polres Rokan Hilir juga tidak melakukan proses apapun.

"Setelah kami menerima kuasa tanggal 7 Desember 2016 dan melakukan komplain ke Polres Rokan Hilir dan Polda Riau, baru pada hari Jum’at tanggal 3 Februari 2017 kemudian para korban diperiksa atau di BAP . Setelah para korban dan saksi-saksi diperiksa, penanganan perkara penganiayaan berat klien kami dan keluarganya sempat stagnan atau tidak ada perkembangan apapun selama berbulan-bulan," tuturnya.

Setelah pihaknya melakukan komplain dan ekspos ke media cetak dan elektronik baru kemudian kuasa hukum menerima SP2HP yang diterbitkan oleh Polres Rokan Hilir nomor : SP2HP/16/I/2018/Reskrim tertanggal 23 Januari 2018 yang menyebutkan bahwa terhadap JS dan MK telah ditetapkan sebagai tersangka dan DPO.

Dan penyidik Polres Rokan Hilir akan segera melakukan pencarian terhadap para persangka, akan tetapi penetapan tersangka dan DPO tersebut sepertinya hanya sebatas diatas kertas saja tanpa ada tindakan lebih lanjut, terhadap para tersangka tersebut sampai saat ini sekalipun tidak pernah dicari.

Bahwa terhadap hal tersebut kemudian pihaknya menyampaikan keberatan -keberatan ke Polda Riau dan Ditreskrimum Polda Riau telah berkali-kali melakukan gelar perkara yang gelar tersebut pada saat itu dipimpin oleh AKBP Azwar selaku Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Riau, AKBP Mohammad Kholid selaku Kasubdit III Ditreskrimum Polda Riau, Kombes Pol Hadi Perwanto, selaku Dirreskrimum Polda Riau dan Brigjen Pol Drs, Wahyu Widada selaku Wakapolda Riau.

Setelah gelar perkara tersebut dilakukan oleh Polda Riau, penanganan perkara penganiayaan berat terhadap kliennya dan keluarganya tersebut diambil alih oleh Polda Riau dan menunjuk Subdit III Ditreskrimum Polda Riau untuk menangani perkaranya.

Meskipun penanganan perkara penganiayaan berat terhadap kliennya dan keluarganya tersebut telah diambil alih oleh Polda Riau, akan tetapi sejak saat itu hingga saat ini sudah 3 tahun lamanya, sama sekali tidak ada perkembangan penanganan perkara tersebut.

Dan terhadap 2 orang yang pada tahun 2018 telah ditetapkan sebagai tersangka dan DPO oleh Polres Rokan Hilir sampai saat ini sama sekali tidak pernah dicari, status tersangka dan DPO-nya, kata Suroto, hanya di atas kertas.

"Terkait persoalan di atas, kami melayangkan surat ke Kapolda Riau, Menkopolhukam RI hingga Presiden RI agar perkara ini segera diusut tuntas dan para pelaku bisa ditangkap," pungkasnya.






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar