Kelompok Ekstrimis Agama Mulai Incar Posisi Strategis di Berbagai Bidang, Pemerintah Diminta Bertindak

Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah

JAKARTA (INDOVIZKA) - Wakil Ketua MPR RI, Ahmad Basarah menyebut kelompok kaum ekstrimis agama di Indonesia, saat ini tengah mengincar posisi-posisi strategis dalam berbagai bidang. Sehingga pemerintah diminta untuk segera menangkalnya melalui konsolidasi ideologi seluruh kekuatan bangsa.

Menurut Basarah, bangsa Indonesia saat ini menghadapi dua ancaman ideologi transnasional yakni paham liberalisme/kapitalisme dan ekstrimisme agama.

Kedua ideologi ini turut berkembang seiring absennya negara dalam membentuk mental ideologi bangsa setelah reformasi.

“Perlu ada langkah-langkah konsolidasi ideologi seluruh kekuatan bangsa untuk menangkal kaum ektrimis merebut posisi-posisi strategis di semua bidang sebelum semuanya terlambat,” katanya, Rabu (6/1/2021).

Sedangkan ideologi ekstrimisme agama pada awal masuk ke Indonesia masih bersifat laten atau sembunyi-sembunyi dengan melakukan perekrutan dan pengkaderan bawah tanah. Setelah itu kaum ekstrimis mulai masuk pada fase berikutnya.

Misalnya dengan melakukan pembentukan kesadaran sesuai doktrin ideologi mereka kepada masyarakat. Hal itu dilakukan melalui forum-forum yang dibungkus sebagai pengajian, penerbitan buletin, seminar, penerbitan buku-buku, dan media sosial.

“Kita bisa melihat bagaimana kampanye membenturkan konsep NKRI dan khilafah, Islam, dan Pancasila serta agama dan negara. Lebih berbahaya lagi, kelompok ekstrimisme agama kini memanfaatkan kemajuan teknologi informasi,” ujar Basarah.

Hal itu ditegaskan Basarah, seiring dengan rilis Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melaporkan bahwa ide-ide ekstrimisme disebarkan melalui media sosial (medsos). Setelah dirasa ideologi itu mendapat pengikut di masyarakat, maka fase berikutnya adalah menyusup ke institusi kemasyarakatan bahkan negara.

“Kita bisa melihat bagaimana BNPT mengeluarkan rilis adanya tujuh kampus ternama yang terpapar ekstrimisme, begitu juga survei yang mengatakan 19,4% aparatur sipil negara tidak setuju ideologi Pancasila,” katanya.

Basarah menambahkan mantan Kepala BNPT Irjen (Purn) Ansyaad Mbai menyebut paham ekstrimisme agama sudah merambah ke partai politik (parpol). Kelompok ekstrimisme yang sudah lama dibiarkan, lanjut Basarah, kini tidak lagi menjadi masalah laten melainkan sudah manifest.

Politisi PDI Perjuangan ini mencontohkan seperti Muktamar Khilafah oleh ribuan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Gelora Bung Karno, Jakarta yang bahkan disiarkan oleh TVRI pada 2013. HTI akhirnya telah dibubarkan oleh pemerintah pada 2017, tetapi perlu terus diwaspadai.

“Strategi menyusup dan infiltrasi seperti ini tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Jika mereka sudah berhasil memegang kendali pemegang kebijakan maka tinggal selangkah lagi, mereka akan terang-terangan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi yang lain,” tandas Basarah.






Tulis Komentar