Ribuan Data Polri Bocor dan Dibagikan Secara Gratis


JAKARTA (INDOVIZKA) - Beberapa waktu lalu setelah serangan deface yang terjadi ke website pemerintah BSSN, kali ini giliran data personil Polri yang bocor. Kebocoran ini diketahui dari salah satu unggahan akun twitter @son1x777 yang juga mendeface website BSSN.

Dalam keterangannya pada Kamis (18/11), pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan bahwa kebocoran tersebut diunggah pada hari rabu siang 17 November oleh akun Twitter yang sama dengan peretas website BSSN. 

Di unggahan tersebut juga diberikan link untuk mengunduh sample hasil data yang diambil yang diduga berisi sample database personel Polri.

Dua database yang diberikan mempunyai ukuran dan isi yang sama, yakni 10.27 MB dengan nama file pertama polrileak.txt dan yang kedua polri.sql. 

"Dari file tersebut berisi banyak informasi penting dari data pribadi personil kepolisian, misalkan nama, nrp, pangkat, tempat dan tanggal lahir, satker, jabatan, alamat, agama, golongan darah, suku, email, bahkan nomor telepon, ini jelas berbahaya,” ujar Pratama dalam keterangan tertulis yang diterima Akurat.co.

Chairman Lembaga Riset Keamanan Cyber CISSReC ini mengemukakan, terdapat juga kolom data rehab putusan, rehab putusan sidang, jenis pelanggaran, rehab keterangan, id propam, hukuman selesai, tgl binlu selesai. Kemungkinan data yang bocor ini merupakan data dari pelanggaran yang dilakukan oleh personil Polri.

"Kemungkinan besar serangan ini sebagai salah satu bentuk hacktivist, sambil mencari reputasi di komunitasnya dan masyarakat, ataupun untuk melakukan perkenalan tim hackingnya," imbuhnya.

Ditambahkan Pratama bahwa sebelumnya Polri juga berkali-kali diretas. Mulai diretas untuk diubah tampilannya (deface), diretas untuk situs judi online sampai peretasan pencurian database personilnya. 

Bahkan sampai sekarang, database personel Polri masih dijual di forum internet RaidForum dengan bebas oleh pelaku yang mempunyai nama akun "Stars12n". Pada forum tersebut, juga diberikan sampel data untuk bisa di download dengan gratis.

"Polri harus belajar dari berbagai kasus peretasan yang pernah menimpa institusinya. Agar bisa lebih meningkatkan Security Awareness dan memperkuat sistem yang dimilikinya. Karena rendahnya awareness mengenai keamanan siber merupakan salah satu penyebab mengapa banyak situs pemerintah yang jadi korban peretasan," tegas dia.

Pratama menambahkan, setidaknya ini bisa dilihat dari anggaran dan tata manajemen yang mengelola sistem informasi. Di lembaga yang masih tidak memprioritaskan keamanan siber, penanggung jawab sistem informasi ini tidak diberikan perhatian besar.

"Artinya dari sisi SDM, infrastruktur dan anggaran diberi seadanya. Berbeda dengan di perusahaan teknologi, biasanya sudah ada direktur yang membawahi teknologi dan keamanan siber, itu pun mereka masih mengalami kebobolan akibat peretasan," sebut Pratama.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa salah satu kekurangan yang cukup serius juga adalah tata kelola manajemen keamanan siber yang masih lemah. Dalam kasus eHAC Kemenkes misalnya, pelaporan adanya kebocoran data sampai dua kali tidak direspon oleh tim IT Kemenkes. 

"Baru setelah laporan dilakukan ke BSSN, dalam waktu dua hari sistem eHAC di takedown. Ini pun harusnya bisa dilakukan langkah segera dalam hitungan jam," sesalnya.

Pratama lantas berharap, UU PDP nanti bisa hadir dengan cukup powerfull. "Bisa memberikan peringatan sejak awal pada lembaga negara dan swasta sebagai penguasa data pribadi. Jika sejak awal tidak memperlakukan data pribadi dengan baik dan terjadi kebocoran akibat peretasan, maka ada ancaman bahwa mereka akan kena tuntutan ganti rugi puluhan miliar rupiah," pungkasnya.






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar