Pilihan
Presiden Segera Keluarkan Perpres Media Sustainability
Senam Inhil Sumbang Medali Emas Perdana di Porprov X Riau
Nadiem Targetkan Tahun Depan Semua Kampus Miliki Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual
JAKARTA (INDOVIZKA) - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Nadiem Makarim menargetkan pada tahun 2022 seluruh kampus di Indonesia telah memiliki Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Kekerasan Seksual. Kehadiran Satgas ini di kampus merupakan amanat tertuang dalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.
"Saat ini kampus di Indonesia mempersiapkan pembentukan Satgas PPKS dengan target tahun depan semua kampus memiliki satgas. Mari kita bergerak bersama untuk menciptakan ruang aman bersama di dalam kamus. Mewujudkan kampus yang merdeka dari kekerasan seksual," kata Nadiem dalam sebuah webinar, Jumat (10/12).
Nadiem menyebut efek kekerasan terhadap perempuan berlangsung permanen. Mereka banyak yang mengalami trauma secara berkepanjangan.
- Pendaftaran Rekrutmen Bersama BUMN 2024 Telah Dibuka , Berikut Link, Syarat dan Cara Daftarnya
- Tindakan Memicu Konflik, Lagi-lagi PT. BPP Batu Ampar Lakukan Blasting Tidak Sesuai Kesepakatan
- Meisita Lomania: Terpilihnya Kesendirian di Pemilu 2024, Apakah Karena Banteng ada Banteng?
- Dugaan Kecurangan Pemilu di Penjara: Anggota DPR RI Gerindra Mencurigai Pergantian Kalapas
- Sepakat, Pemerintah Majukan Pilkada 2024 September
"Bayangkan menerima trauma di umur yang begitu muda seluruh masa depannya terancam," ujar Nadiem.
Hal itu patut disayangkan mengingat menurut Nadiem perempuan menempati posisi sentral dalam membentuk peradaban.
"Perempuan punya peran penting dalam pembangunan bangsa dan negara. Indonesia memiliki banyak tokoh perempuan pejuang kemerdekaan dan pejuang pendidikan," katanya.
Nadiem membaca bahwa selama diterjang pandemi Covid-19 angka kekerasan terhadap perempuan mengalami tren kenaikan. Sepanjang Januari hingga Juli 2021 saja telah terjadi 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka ini melampaui catatan 2020 yang mencapai 2400 kasus.
"Peningkatan dipengaruhi oleh krisis pandemi. Dan ini belum ada apa-apanya. Ini baru fenomena gunung es. Jumlah yang tidak dilaporkan berlipat ganda juga," sebut dia.
Soroti Kekerasan Perempuan
Nadiem menyebut efek kekerasan terhadap perempuan berlangsung permanen. Mereka banyak yang mengalami trauma secara berkepanjangan.
"Bayangkan menerima trauma di umur yang begitu muda seluruh masa depannya terancam," ujar Nadiem dalam sebuah webinar, Jumat (10/12).
Hal itu patut disayangkan mengingat menurut Nadiem perempuan menempati posisi sentral dalam membentuk peradaban. "Perempuan punya peran penting dalam pembangunan bangsa dan negara. Indonesia memiliki banyak tokoh perempuan pejuang kemerdekaan dan pejuang pendidikan," kata dia.
Nadiem membaca bahwa selama diterjang pandemi Covid-19 angka kekerasan terhadap perempuan mengalami tren kenaikan. Sepanjang Januari hingga Juli 2021 saja telah terjadi 2.500 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka ini melampaui catatan 2020 yang mencapai 2.400 kasus.
"Peningkatan dipengaruhi oleh krisis pandemi. Dan ini belum ada apa-apanya. Ini baru fenomena gunung es. Jumlah yang tidak dilaporkan berlipat ganda juga," sebut dia.
Untuk itu meminimalisir kasus kekerasan terhadap perempuan itu, Kemendikbud Ristek menerbitkan peraturan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Menurut Nadiem, kerangka aturan ini menjadi obat pemberantas salah satu dari tiga dosa besar di lingkungan kampus.
"Permen PPKS mendorong warga kampus untuk berkolaborasi dalam memberikan edukasi tentang kekerasan seksual, menangani kekerasan seksual, menangani kasus kekerasan seksual yang difasilitasi Satgas Kampus dan pimpinan perguruan tinggi," ujar Nadiem
Saat ini, kata Nadiem, kampus di Indonesia tengah mempersiapkan pembentukan Satgas PPKS dengan target tahun depan semua kampus memiliki satgas.
"Mari kita bergerak bersama untuk menciptakan ruang aman bersama di dalam kamus. Mewujudkan kampus yang merdeka dari kekerasan seksual," kata dia.
Kontroversi Permendikbud Ristek
Permendikbudristek yang mengatur kekerasan seksual sebelumnya menuai banyak kontroversi. Penolakan terhadap beleid ini bukan didasarkan atas dukungan terhadap kekerasan seksual di lingkungan kampus. Namun lebih jauh, pihak-pihak yang menolak ingin kehadiran nilai agama pada aturan yang ditekan Nadiem pada 31 Agustus 2021 lalu itu.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir bahkan mengritik keras terbitnya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Haedar mengatakan bahwa aturan itu merupakan bentuk ekstremisme dari pemahaman terhadap demokrasi dan hak asasi manusia (HAM).
"Saya pikir isu yang terakhir di Indonesia soal Permendikbud itu juga bagian dari ekstremitas demokrasi dan hak asasi manusia yang jika tidak kita kelola dengan baik itu akan berkembang. Di mana ternyata kekuatan-kekuatan sipil itu tidak kalah otoriternya dengan kekuatan-kekuatan militer ketika dia dibangun di atas oligarki," kata Haedar dalam sebuah diskusi daring yang digelar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin (15/11).
Berita Lainnya
1.200 Mahasiswa Daftar Bantuan Beasiswa dari Pemko Pekanbaru
Tim Pengabdian KUKERTA Universitas Riau Sulap Lahan Bekas TK Jadi Taman Indah
USBN Tahun Ini Berganti UAS, Soal Ujian dan Penilaian Wewenang Sekolah
Akan Bangun 3 Sekolah Baru, Pemko Pekanbaru Belum Dapat Lahan Hibah
Kemendikbud: Lulusan SMK Bisa Dapat Gelar D2
Dinas Pendidikan Sebut Tidak Ada Anggaran Untuk Bantuan Buku Ke SD 021 Karya Tunas Jaya
Informatika Jadi Pelajaran Wajib Kurikulum Baru Kemendikbud
Pimpin Upacara Apel Pagi, Wabup Inhil himbau Siswa-Siswa SMA 1 Tembilahan Jauhi Narkoba
Mendikbud Tegaskan Orangtua Berhak Menolak Anak Sekolah Tatap Muka
Sidang Senat Ajukan Tiga Nama Calon Rektor UNISI
Mulai 2021, Ujian Nasional Diganti Jadi Asesmen Nasional
Nadiem Makarim : Informasi Juli Mulai Sekolah Adalah Hoaks