Listrik 10 Juta Pelanggan Termasuk Rumah Tangga Bisa Padam Jika PLN Krisis Batu Bara


JAKARTA (INDOVIZKA) - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) tengah mengalami krisis pasokan batu bara hingga akhir 2021. Persediaan batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Grup PLN dan Independent Power Producer (IPP) saat ini mengalami kritis dan sangat rendah.

Krisis batu bara dialami oleh PLN secara otomatis berdampak berdampak besar. Salah satunya mengakibatkan pemadaman listrik.

Ini bakal terjadi di seluruh wilayah Jawa, Madura, dan Bali. Mengingat sebanyak 17 pembangkit telah kekurangan pasokan, dengan kapasitas 10.000 Megawatt (MW). Termasuk pembangkit besar seperti Jawa 7 dengan kapasitas 2x900 MW yang juga tengah alami krisis.

"Kalau sampai pasokan tidak terpenuhi maka akan ada 10 juta pelanggan yang akan mengalami dampak tersebut," ujar Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, saat dihubungi merdeka.com.

Selain kepada 10 juta pelanggan, dampak pemadaman listrik juga bisa meluas terhadap kelangsungan ekonomi. Sebab, industri-industri di Tanah Air yang menjadi penopang kegiatan ekonomi akan terhenti, akibat listrik padam.

"Industri akan mati semuanya kan berefek negatif besar. Bisa menimbulkan dampak terhadap perekonomian nasional," katanya.

Mamit melihat, saat ini listrik sudah menjadi kebutuhan primer dalam menopang perekonomian nasional. Jika PLN tidak bisa membeli kebutuhan batu bara, maka dampaknya akan berakibat fatal.

"Belum lagi nanti pastinya akan ada kerusuhan sosial dalam artian entah di media sosial, ataupun secara tidak langsung ada komplain dan lain-lain yang tanpa kepastian efek negatif yang sangat besar," sebutnya.

Larangan Ekspor Batu Bara

Tidak ingin hal itu terjadi, pemerintah bergerak cepat untuk melakukan pemenuhan pasokan batu bara ke PLN. Salah satunya melarang ekspor batu bara sejak 1 Januari hingga 31 Januari 2022 mendatang. Hal ini tercantum dalam surat nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 yang dikeluarkan pada 31 Desember 2021 lalu.

Kementerian ESDM menginstruksikan kepada seluruh pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi, dan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian agar tidak melakukan ekspor batubara.

Kebijakan berikutnya, seluruh produksi yang ada wajib dipasok ke PLN dan IPP untuk menjamin pasokan batubara aman. Untuk batubara yang sudah dimuat di pelabuhan atau kapal, diwajibkan segera dikirimkan ke PLTU milik PLN Grup dan IPP.

"Pelarangan ekspor ini akan dievaluasi dan ditinjau kembali berdasarkan realisasi pasokan batubara untuk PLTU Grup PLN dan semua IPP," tulis surat tersebut.

Besaran Kebutuhan Batu Bara Agar Listrik Indonesia Tetap Menyala

Berdasarkan data PLN, realisasi pemenuhan kebutuhan batu bara untuk ketenagalistrikan dalam negeri mencapai 93,2 juta metrik ton hingga Oktober 2021. Angka itu terbagi untuk kebutuhan PLTU milik PLN sebesar 55,5 juta ton dan kebutuhan PLTU milik IPP sebesar 37,6 juta metrik ton.

Sementara kebutuhan pasokan komoditas tersebut mencapai 137,2 juta ton hingga akhir 2021 kemarin. Artinya, realisasi pasokan yang diterima PLN hanya sekitar 67,8 persen. Sehingga masih terjadi gap atas realisasi pemenuhan batu bara, dengan kewajiban pemenuhan batu bara dalam negeri.

Pada awal Januari 2022, PLN sedikit bernafas lega. Perusahaan listrik negara itu kembali mendapatkan tambahan komitmen pasokan batu bara untuk bulan ini sebesar 3,2 juta ton. Ini lebih rendah dari total rencana 5,1 juta ton. Pasokan batu bara, didapat dari para pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

"Namun PLN menegaskan bahwa masa kritis ini belum terlewati," ujar Executive Vice President Komunikasi Korporat dan TJSL PLN, Agung Murdifi.

Data Kementerian ESDM mencatat, per Juni 2021, pasokan listrik dari PLTU mencapai 47 persen atau sekitar 34.856 Megawatt (MW) dari total kapasitas pembangkit sebesar 73.341 (MW). Selanjutnya dari PLTG/GU/MG 20.938 MW atau 28 persen, PLTA/M/MH 6.255 MW atau 9 persen.

Lalu PLTD 4.932 MW atau 7 persen, PLTP 2.174 MW atau 3 persen, PLTU M/G 2.060 MW atau 3 persen, dan PLT EBT lainnya 2.215 MW atau 3 persen.






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar