Rapid Test Harus Bayar, Alokasi Anggaran Corona Dipertanyakan

Ilustrasi rapit tes

JAKARTA - Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mempertanyakan anggaran ratusan triliun yang digunakan untuk penanganan virus Corona (covid-19).

Anggaran yang jumlahnya berubah-ubah itu juga dipandang sebagai ironi karena tidak bisa membayar masyarakat yang ingin melakukan rapid test Corona. Contohnya yang dialami para santri yang akan kembali ke Pesantren.

Direktur Indonesia Public Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah juga berpendapat sama. Dia juga mempertanyakan alasan pemerintah yang tetap membiarkan masyarakat membayar sendiri biaya rapid test. "Bisa saja negara yang gagal mengalokasikan anggaran, sekaligus gagal menertibkan praktik di lapangan," ujar Dedi, Senin (22/6/2020).

Menurut Dedi, kondisi ini semakin menyakitkan masyarakat. Apalagi anggaran ratusan triliun itu tidak dapat dipertanggungjawabkan karena Perppu yang telah mennjadi undang-undang terkait penanganan Covid-19 memiliki imunitas hukum, sehingga membebaskan para pengguna anggaran untuk sewenang tanpa ada konsekuensi hukum.

"Barangkali, kondisi itulah wabah sesungguhnya," ujarnya.

Untuk itu, Dedi berharap pemerintah harus menegaskan kembali anggaran yang luar biasa besar itu harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat.

"Jangan ada kutipan berara pun kepada seluruh warga negara yang mengalami paparan Covid-19," katanya.**

Sumber: Sindonews






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar