Masnur: Saya Meneteskan Air Mata ketika Golkar di Riau Tumbang

Masnur

PEKANBARU (INDOVIZKA) - Kader senior Partai Golkar Riau, Masnur mengaku sedih melihat hasil yang diraih Partai Golkar pada pilkada serentak 2020.

Dimana, dari sembilan kabupaten kota di Riau yang menggelar Pilkada 9 Desember 2020, Partai Golkar hanya berpotensi menang di dua kabupaten yakni Kabupaten Indragiri Hulu dan Kabupaten Kuantan Singigi.

Di Kabupaten Indragiri Hulu Golkar mengusung istri bupati Yopi Arianto, Rezita Meylani berpasangan dengan Junaidi Rachmat. Sedangkan di Kuantan Singingi Golkar mengusung anak dari mantan bupati dua periode Sukarmis, Andi Putra-Suhardiman Amby.

Selebihnya di tujuh kabupaten kota di Riau calon yang diusung Partai Golkar meraih suara di luar harapan.

Kepada INDOVIZKA.com, Masnur yang sudah lebih 30 tahun berada di baris komando Golkar tersebut mengatakan keprihatinannya dengan raihan yang didapat Golkar di Pilkada tahun ini.

"Saya meneteskan air mata, prihatin karena Riau yang merupakan lumbung suara Golkar, ketika saya bersama masyarakat bawah dimana-mana orang bicara ke saya bahwa Golkar tumbang, hancur dan habis di Riau," kata Masnur, Senin (14/12/2020).

"Apa penyebabnya, saya coba mengurai, apasih penyebabnya Golkar harus roboh, tumbang, di tangan Ketua Golkar yang kita anggap penguasa. Jabatan politik dan eksekutif yang keinginan kita bersama memberikan multiplier effect," kata Masnur lagi.

Ketua DPD I Partai Golkar Riau dijabat oleh Gubernur Riau Syamsuar.

Masnur mengatakan, bahwa kegagalan Golkar saat ini dikarenakan kader tidak menjadikan Golkar sebagai partai batin mereka, sehingga tak sepenuh hati.

"Terjadi friksi di Golkar, dan semua itu diketahui DPD I. Kalau ada yang mengatakan terjadi penyakit menahun, itu betul, tapi kenapa dibiarkan DPD I. Penyakitnya adalah karena di Golkar pecah, akibatnya suara Golkar di akar rumput pecah," cakapnya lagi.

Masnur juga melihat, bahwa hal ini berkaitan dengan lemahnya konsolidasi partai. Kalau konsolidasi kuat, kader pasti akan kuat militan. Yang terjadi adalah, konsolidasi Golkar tak tuntas, maka terjadi pecah belah.

Terjadi Friksi

Masnur juga melihat, terjadi friksi di pengurus bawah. Ia mencontohkan, dimana Rokan Hilir mengusung kadernya, Fuad Ahmad yang berpasangan dengan ketua Demokrat Asri Auzar.

"Jangan dibilang Fuad itu tak tokoh. Tokoh itu. Logistiknya kuat. Asri Auzar Ketua Demokrat, dan Fuad juga mantan ketua, kuat. Tapi apa sebabnya kalah, karena terjadi friksi di Rohil. Karena sebelumnya Fuad itu ketua Golkar, tapi Fuad diganti tak jadi ketua lagi, diangkat orang lain, nah terjadi lagi kelompok lain. Jadi dukungan Golkar di tingkat kader sampai akar rumput terpecah belah," paparnya.

Hal serupa, kata Masnur juga terjadi di Siak. Bahkan kata Masnur, kader tak segan-segan yang tak terkonsolidasikan dengan baik jadi pecah dan dukung yang lain.

"Termasuk di Bengkalis, Pelalawan, Inhu. Terjadi konsolidasi tak tuntas, dan DPD I tahu semua," katanya lagi.

Masnur menyarankan, untuk mengobati wibawa partai, maka partai seharusnya konsisten, rekonsiliasi dan evaluasi, patuh laksanakan aturan partai.

"Kalau aturan partai dah keluar, maju sana sini, silahkan, tapi jangan bawa gerbong. Berbahaya ini. Kalau tidak, sepanjang hari Golkar makin rusak. Kalau dukung paslon A harus solid. Ini efeknya di 2022, 2024. Harus sesegera mungkin dibahas petinggi partai persoalan ini. Mari konsilidasi dan evaluasi," tukasnya.

Sebelumnya DPD I Partai Golkar Provinsi Riau mengakui kekalahan di tujuh Pilkada kabupaten kota di Riau pada 9 Desember 2020 dan mengklaim kemenangan di dua daerah.

Dengan hanya dua daerah yang dimenangkan oleh Partai Golkar maka target kemenangan 60 persen di Riau tidak tercapai. Dikatakan Ketua Bapilu Partai Golkar Zulfan Heri ada sejumlah faktor yang menyebabkan banyaknya pasangan calon yang diusung Partai Golkar tersebut kalah.

Faktor pertama adalah karena di tiga daerah ada lebih dari satu kader yang sama-sama maju pilkada sehingga menyebabkan pecahnya suara di akar rumput.

Faktor lainnya adalah kesiapan logistik pasangan calon yang diusung Golkar yang tidak maksimal, dan pasangan calon yang bekerja tidak menggunakan lembaga survei dalam menyusun pemenangan.

Tak hanya itu konsolidasi di internal Partai Golkar di akar rumput kata Zulfan Heri, juga tidak berjalan maksimal saat pelaksanaan Pilkada, khususnya di tingkat kecamatan dan desa atau kelurahan.

"Faktor lainnya adalah soal komunikasi antara pasangan calon dengan partai pengusung yang tidak berjalan bagus, tidak punya kesamaan sikap pandangan politik antara pasangan calon dengan partai dan tim," kata Zulfan lagi.

Pada kesempatan yang sama mantan anggota DPRD Provinsi Riau itu menolak anggapan bahwa kekalahan pasangan calon yang diusung Partai Golkar di Pilkada 2020 adalah kesalahan Ketua DPD I Partai Golkar Riau Syamsuar. Sebab, kerja politik merupakan kerja tim.

"Bapilu Golkar Riau mengucapkan terima kasih kepada para pengamat, tokoh, dan banyak pihak atas kritik yang disampaikan termasuk kritik yang pedas terkait hasil Pilkada 2020 dimana 7 daerah di Riau Golkar kalah. Tetapi kekalahan tidak sertamerta ditempelkan kepada ketua DPD I. Ia (Syamsuar, red) telah bekerja maksimal meskipun baru menjabat 10 bulan sebagai ketua DPD I. Apalagi saat ini konsentrasi Ketua DPD I terpecah di tengah pandemi Covid-19," jelas Zulfan Heri.

Akan tetapi kata Zulfan, kritik yang disampaikan kepada Golkar tersebut akan tetap menjadi masukan yang berharga bagi partai tersebut dalam menghadapi event-event politik di masa yang akan datang. "Ini bukti semua mencintai Golkar," tutup Zulfan.






Tulis Komentar