Revisi UU Pemilu Dianggap Mengganggu Stabilitas Demokrasi


JAKARTA (INDOVIZKA) - Revisi Undang Undang (UU) Pemilu menjelang pelaksanaan Pemilu, dianggap akan mengganggu stabilitas demokrasi yang sedang terus ditata dan dikembangkan di Indonesia saat ini.

"Pergantian UU Pemilu setiap jelang pemilu juga sering dirasakan mengganggu stabilitas demokrasi yang sedang ditata dan dikembangkan," kata anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Gerindra, Sodik Mudjahid di Jakarta, Jumat (5/2/2021).

Sodik menilai, revisi UU Pemilu setiap menjelang pelaksanaan Pemilu juga memperkuat kesan bahwa penyusunan UU lebih didasarkan atas dasar pertimbangan jangka pendek, yakni memenangkan dan lolos Pemilu, bukan atas dasar pertimbangan jangka panjang yang lebih prinsipil dan idealis.

"Bukan atas dasar pertimbangan jangka panjang yang lebih prinsipil dan idealis yaitu membangun demokrasi Pancasila di NKRI," ujarnya.

Menurut dia, UU 7/2017 tentang Pemilu dan UU 10/2016 tentang Pilkada masih representatif dan akomodatif dijadikan pedoman pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024. Lebih baik perhatian terkait Pemilu dan Pilkada difokuskan untuk perbaikan implementasi UU 7/2017 dan UU 10/2016.

"Perbaikan tersebut seperti data pemilih, kinerja KPU, Bawaslu, DKPP, pencegahan politik uang, penanganan sengketa, dan netralitas ASN," katanya.

Sodik menilai, revisi UU Pemilu tidak perlu dilakukan karena saat ini bangsa Indonesia sedang berjuang melawan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi.

Oleh karena itu, energi yang besar untuk merevisi UU Pemilu lebih baik digunakan untuk menghadapi pandemi dan pemulihan ekonomi nasional.

"Sekjen Gerindra sudah menyampaikan sikap ini (Gerindra menolak revisi UU Pemilu) artinya adalah hasil pembahasan DPP Gerindra dan hal ini akan menjadi pedoman semua kader partai termasuk yang berada di DPR," tandasnya.***






Tulis Komentar