Penjelasan Lengkap Menko Luhut Soal Kabar Keterlibatan di Bisnis PCR


JAKARTA (INDOVIZKA) - Juru Bicara Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi, menjelaskan tidak ada maksud bisnis dalam keterlibatan sejumlah pebisnis, termasuk Luhut, yang mendirikan Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) Lab pada 2020. Tujuan pembentukan GSI sebenarnya membantu pemerintah mempercepat penanganan COVID-19.

Menko Luhut sebelumnya diduga terlibat dalam bisnis tes polymerase chain reaction (PCR). Ini lantaran dua perusahaan yang terafiliasi dengannya yakni PT Toba Sejahtra dan PT Toba Bumi Energi, ikut mengantongi saham di GSI.

"Tidak ada maksud bisnis dalam partisipasi Toba Sejahtra di GSI, apalagi Pak Luhut sendiri selama ini juga selalu menyuarakan agar harga test PCR ini bisa terus diturunkan sehingga menjadi semakin terjangkau buat masyarakat," katanya seperti dikutip dari Antara di Jakarta, Selasa (2/11).

Jodi menjelaskan Toba Bumi Energi adalah anak perusahaan Toba Bara Sejahtra. Namun, saham Menko Luhut yang dimiliki melalui Toba Sejahtra di Toba Bara Sejahtra hanya di bawah 10 persen atau sudah sangat kecil.

"Jadi Pak Luhut tidak memiliki kontrol mayoritas di TBS, sehingga kita tidak bisa berkomentar terkait Toba Bumi Energi," katanya.

Jodi mengungkapkan awal mula pendirian GSI. Kala itu Menko Luhut diajak teman-teman dari Grup Indika, Adaro, Northstar, yang berinisiatif untuk membantu menyediakan tes COVID-19 dengan kapasitas tes besar. Di mana, hal tersebut menjadi kendala pada masa-masa awal pandemi.

"Jadi total kalau tidak salah ada 9 pemegang saham di situ. Yayasan dari Indika dan Adaro adalah pemegang saham mayoritas di GSI ini," ujarnya.

Jodi menuturkan, karena kelompok bisnis tersebut sudah mapan dan bergerak utamanya di sektor energi, maka GSI tidak dibentuk untuk mencari keuntungan bagi para pemegang saham. Sesuai namanya, GSI atau Genomik Solidaritas Indonesia merupakan aksi kewirausahaan sosial.

"Malah di awal-awal GSI ini gedungnya diberikan secara gratis oleh salah satu pemegang sahamnya, agar bisa cepat beroperasi pada periode awal dan membantu untuk melakukan testing COVID-19," katanya.

Keuntungan Banyak Didonasikan

Jodi pun memastikan hingga saat ini, tidak ada pembagian keuntungan dalam bentuk dividen atau bentuk lain kepada pemegang saham.

"Saya melihat keuntungan mereka malah banyak digunakan untuk memberikan test swab gratis kepada masyarakat yang kurang mampu dan petugas kesehatan di garda terdepan, kalau tidak salah lebih dari 60 ribu tes yang sudah dilakukan untuk kepentingan tersebut, termasuk juga membantu di Wisma Atlet," katanya.

Jodi juga menyebut partisipasi Menko Luhut di GSI merupakan bagian dari usaha purnawirawan TNI itu untuk membantu penanganan pandemi di awal, selain adanya donasi pemberian alat-alat tes PCR dan reagen yang diberikan kepada fakultas kedokteran di beberapa kampus.

Menko Luhut juga disebutnya ikut membantu Nusantics, salah satu startup di bidang bioscience, untuk membuat reagen PCR buatan anak bangsa yang saat ini diproduksi oleh Biofarma.

Jodi menegaskan kebijakan tes PCR diberlakukan untuk mengantisipasi kenaikan kasus COVID-19, terutama pada periode Natal dan Tahun Baru.

Belajar dari pengalaman di negara lain yang mengalami lonjakan kasus yang signifikan, Indonesia harus terus mengetatkan 3M, 3T (testing, tracing, treatment) untuk bisa mengimbangi relaksasi aktivitas masyarakat.

Terlebih, saat ini tingkat vaksinasi dosis dua Indonesia baru mencapai kira-kira 35 persen. "Sangat disayangkan upaya framing seperti ini. Ini berpotensi menyebabkan para pihak yang ingin membantu jika terjadi krisis berpikir dua kali. Ini akan membuat pihak-pihak yang ingin tulus membantu dalam masa krisis (jadi) enggan," kata Jodi.






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar