Haramkan Pinjaman Online yang Mengandung Riba, MUI Rekomendasikan 3 Hal


JAKARTA (INDOVIZKA) - Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 merekomendasikan beberapa hal usai menyatakan pinjaman online yang mengandung riba, hukumnya haram.

Rekomendasi pertama, yaitu pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo, POLRI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan.

"Serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau finansial technologi peer to peer lending (fintech lending) yang meresahkan masyarakat," dikutip dari situs MUI, Jumat, 12 November 2021.

Kedua, pihak penyelenggara pinjaman online hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan.

"Umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah."

Adapun Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI ke-7 menetapkan ketentuan hukum pinjaman online. Ijtima menyatakan pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau hutang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah.

Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI juga menyebutkan sengaja menunda pembayaran utang bagi yang mampu hukumnya haram.

Selain itu, memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar utang adalah haram. Adapun memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab).

"Layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan."

Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa MUI resmi ditutup Kamis kemarin menyepakati 12 poin bahasan. Di antaranya soal hukum pinjaman online, hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham.






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar