Pilihan
AWG Kibarkan Bendera Indonesia-Palestina di Gunung Raung
Pulanglah, Ali…
Pengimbasan RBD Berjalan Baik
Disdukcapil Pelalawan Jemput Bola Layanan Administrasi Kependudukan
Sengketa Tanah Jadi Biang Keladi Terhambatnya Penerbitan Sertifikat Lahan
JAKARTA (INDOVIZKA) - Presiden Jokowi mengungkapkan penyebab target sertifikasi lahan milik rakyat belum memenuhi target pemerintah karena masih banyaknya kasus sengketa lahan di Indonesia.
"Dan sampai saat ini di seluruh Tanah Air harusnya ada 126 juta sertifikat yang seharusnya dipegang masyarakat, tapi masih ada kurang lebih 80-an juta yang belum bersertifikat, kenapa ini banyak sengketa-sengketa," kata Jokowi dalam acara penyerahan sertifikat tanah di Tarakan, Kalimantan Utara, Selasa (21/12) lalu.
Tim ahli Wapres, Noor Marzuki membenarkan pernyataan Jokowi karena dari fakta dan data empiris memang menunjukkan sengketa tanah-lah yang menjadi salah satu biang keladi terhambatnya proses penerbitan sertifikat tanah atau lahan bagi masyarakat selama ini.
- Ketua Tim Jargas Sebut Kado Ultah ke-26 Pelalawan Dapat Tambahan Kuota 3.076 Jaringan Gas dari APBN
- Aktif Kembali Bumdes Jaya Bersama setelah Fakum Hampir 7 Tahun
- Wabup Husni Tamrin Hadiri Apel Gelar Pasukan Operasi Ketupat Lancang Kuning 2025
- Pemerintah Kabupaten Pelalawan Melaksanakan Operasi Pasar Murah Jelang Idul Fitri 1446 H
- Pemkab Pelalawan Sediakan Bantuan Penyebrangan Roda Dua Gratis Melintasi Banjir Jalan Lintas Timur
Kegundahan Presiden ini sejatinya menunjukkan kegelisahan masyarakat mengingat terus berlarutnya permasalahan sengketa tanah yang saat ini menjadi problematika bagi masyarakat.
"Pernyataan Presiden Jokowi kemarin sangat benar. Kegundahannya menunjukkan bahwa beliau memahami dan merasakan kegelisahan rakyat Indonesia terkait permasalahan agraria, tata ruang dan pertanahan khususnya kepastian legalitas hukum atas hak tanah milik masyarakat," kata Noor Marzuki kepada wartawan di Jakarta, Rabu, (22/12).
Sengketa tanah, lanjut Noor Marzuki, memang menjadi permasalahan utama pemerintah dalam membenahi bidang agraria di Indonesia. Bahkan, tidak sedikit yang beranggapan sengketa agraria adalah persoalan klasik masa lalu yang terus terjadi hingga zaman ini.
Akan tetapi, Marzuki memastikan pemerintahan Jokowi telah bekerja tepat, cermat, tepat, terukur dan efisien dalam menangani ragam persoalan agraria, tata ruang dan pertanahan di Indonesia.
"Hampir setengah abad di BPN dengan jabatan terakhir sebagai Sekjen Kemen ATR/BPN, baru kali ini saya melihat betapa luar biasanya usaha keseriusan pemimpin negara (Jokowi) kita dalam membenahi permasalahan agraria yang pernah terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya," ungkap Marzuki.
Negara dalam hal ini pemerintah, telah hadir dalam setiap persoalan agraria, termasuk menyelesaikan sengketa tanah di mana rakyat kecil sering kali menjadi korbannya. Bukti keberhasilan pemerintah adalah dengan terbitnya puluhan juta sertifikat tanah bagi rakyat disejumlah daerah.
Salah satu poin penting yang harus segera dilakukan, lanjut Marzuki, adalah mempercepat implementasi rencana detail tata ruang (RDTR) sebagai solusi penyelesaian karut marut kondisi khususnya permasalahan tata ruang di hampir seluruh daerah di Indonesia.
"Karena itulah Presiden Jokowi menggabungkan agraria, tata ruang dan badan pertanahan dalam satu kementerian, guna mewujudkan percepatan kepastian hukum kepemilikan sertifikat tanah bag masyarakat dan menjaga keteraturan pemanfaatan ruang di setiap daerah," tutur Marzuki.
Ketidakpastian hukum dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang, sangat rentan menimbulkan konflik dan sengketa tanah, dan semakin di perparah dengan ikut bermainnya oknum-oknum atau kelompok-kelompok tertentu yang di stigmakan sebagai mafia tanah.
RDTR harus menjadi prioritas utama karena sejak diundangkan kurang lebih 13 tahun yang lalu, baru tersedia 53 Perda tentang RDTR dari keseluruhan 514 Kabupaten/Kota di Indonesia. Dari 53 Perda RDTR, hanya 17 RDTR saja yang telah terintegrasi dengan Online Single Submission (OSS).
Kondisi ini menyebabkan terkendalanya kemudahan berinvestasi, terhambatnya kemudahan berusaha (EOB/Ease of Doing Business), ketidakpastian hukum bagi masyarakat untuk mendapatkan sertipikat tanah maupun pemanfaatan ruang, serta kerusakan lingkungan yang dapat mengakibatkan bencana di Indonesia.
"Ini sudah tentu menyulitkan koordinasi pemerintah pusat saat melakukan pengawasan dan pengendalian perencanaan dan pemanfaatan ruang, termasuk dalam menerbitkan keabsahan sertifikat tanah bagi masyarakat yang terkendala sengketa," papar Marzuki.
Dia menambahkan, baru 2 hingga 5 persen dari 540 daerah yang menjalankan RDTR sehingga benang kusut permasalahan agraria dan tata ruang serta pertanahan di Indonesia, belum juga dapat terurai hingga saat ini.
"Pembenahan bidang agraria, tata ruang dan pertanahan terus digelorakan oleh Presiden Jokowi melalui RDTR yang kami usulkan menjadi program strategis nasional 2020-2024," tutur Marzuki.
"Apalagi dalam pemberian sertifikat tanah kepada masyarakat Kalimantan kemarin, Bapak Jokowi telah memerintahkan instrumen negara terkait untuk meningkatkan 50 persen akselerasi penerbitan sertifikat bagi rakyat Indonesia," pungkas Marzuki.
.png)

Berita Lainnya
Pecah Rekor, Utang Baru Pemerintah Capai Rp 421 T di Semester I 2020
Pengusaha Kaget Pemerintah Keluarkan Aturan JHT Cair Usia 56 Tahun saat Pandemi
PKB Minta Pasal Pemaksaan Aborsi Kembali Dimasukkan ke RUU TPKS
Wapres Sebut RI Masih Butuh Inovasi untuk Wujudkan Pusat Halal Dunia Tahun 2024
Kapolri Listyo Sigit Mutasi Ketua KPK Firli Bahuri
Amran Sulaiman Salurkan Beasiswa Bagi Mahasiswa Penghafal Quran
Warga di Daerah Kasus Corona Tinggi Diminta Kembali Ibadah di Rumah
Varian Baru Corona B117 Mengancam, Sri Mulyani Minta Masyarakat Hati-hati
Kominfo Pertimbangkan Blokir Game Online PUBG dan Free Fire
Honorer Dihapus, 90 Ribu Satpol PP Se- Indonesia Galau
Hutang Luar Negeri Indonesia di Akhir Pemerintahan Jokowi Diperkirakan Tembus Rp 10 Ribu Triliun
Bupati dan Walikota Dilarang Ecer Anggaran, Presiden Minta APBD Dikonsentrasikan