Anggota Komisi IX Klaim Aturan JHT Cair di Usia 56 Tahun Tak Pernah Dikonsultasikan


JAKARTA (INDOVIZKA) - Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Daulay mengatakan, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah tidak pernah konsultasi dan memberitahu DPR akan mengeluarkan Permenaker Nomor 2 tahun 2022. DPR baru mendengar adanya kebijakan yang mengatur pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia 56 tahun itu setelah ramai di publik.

"Ketika ini dilahirkan memang kita tidak dikonsultasikan dulu, minimal diberitahu dulu ini akan ada Permenaker, belum ada," ujar Saleh dalam diskusi daring, Sabtu (19/2).

Ida tidak pernah menyampaikan rencana mengeluarkan Permenaker ini dalam rapat kerja dengan DPR. Bila memang rencana mengeluarkan Permenaker sudah pernah disampaikan, kata Saleh, pasti akan ramai sebelum aturan ditandatangani.

"Karena kalau itu ada, pasti sudah rame dulu bahasa saya begitu. Karena kita rapat-rapat dengan Kementerian Tenaga Kerja kan terbuka karena itu pasti akan didengar di publik. Kan belum ada waktu itu," ujar Saleh.

"Ini munculnya ketegangan dalam tanda petik setelah Permenaker ditandatangani. Barulah berarti hampir semua kita yang mendengarnya setelah ditandatangani Permenaker ini," tegasnya.

Pekerja Tidak Dilibatkan

Bahkan, Saleh juga mendengar bahwa para pekerja yang bergabung dalam tripartit, pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja, juga tidak dilibatkan. Menurutnya, kebijakan menyangkut pengupahan dan kesejahteraan buruh harus dibahas dalam tripartit ini.

"Tapi saya dengar, menurut pengakuan mereka (pekerja) belum dilibatkan. Jangankan DPR para pekerja yang memang harus masuk dalam tripartit menurut pengakuan mereka itu belum masuk di dalam pembicaraan," ujar Saleh.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, justru menegaskan bahwa Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dibentuk atas dasar rekomendasi dan aspirasi berbagai stakeholder yang mendorong pemerintah menetapkan kebijakan yang mengembalikan program JHT sesuai dengan fungsinya sebagaimana diamanatkan UU No40 Tahun 2004 tentang SJSN.

Berdasarkan Dengar Pendapat

Menurut Menaker, rekomendasi tersebut antara lain berdasarkan rapat dengar pendapat Kemnaker dengan Komisi IX DPR RI pada 28 September 2021. Raker tersebut dihadiri oleh perwakilan institusi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Direksi BPJS Ketenagakerjaan, Pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), dan Pengurus Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI).

"Dalam rapat tersebut, Komisi IX mendesak Kemnaker untuk meningkatkan manfaat Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja informal serta mengharmonisasikan regulasi jaminan sosial terutama regulasi antara klaim program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Program Jaminan Pensiun (JP)," ucap Menaker saat menjadi narasumber pada program Satu Meja Kompas TV pada Rabu (16/2/2022).

Menaker juga mengatakan bahwa Permenaker 2/2022 merupakan hasil pokok-pokok pikiran Badan Pekerja Lembaga Tripartit Nasional pada 18 November 2021, dengan agenda pembahasan mengenai perubahan Permenaker Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

"Salah satu rekomendasi yang dihasilkan dari forum itu adalah mengembalikan filosofi penyelenggaraan Program JHT sebagai program jangka panjang untuk memberikan kepastian tersedianya sejumlah dana bagi tenaga kerja pada saat yang bersangkutan tidak produktif lagi, yaitu ketika memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia," katanya.






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar