Fakta Persidangan Kasus Aldiko Putra: Abriman Awalnya Tak Mau Perkarakan

Mantan Kepala UPT KPH Singingi, Abriman saat memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan Aldiko Putra, Senin (5/5/2025). (istimewa)

KUANTAN SINGINGI, INDOVIZKA - Mantan Kepala Unit Pelayanan Terpadu Kesatuan Pengelolaan Kehutanan Singingi, Abriman mengaku tidak mau membawa perkara Aldiko Putra ini ke ranah hukum.

Pernyataan ini disampaikannya dalam sidang lanjutan kasus Aldiko Putra kembali digelar di Pengadilan Negeri Teluk Kuantan pada Senin (5/5/2025), dalam agenda pemeriksaan saksi, empat orang dari UPT KPH Singingi.

Dihadapan majelis hakim, Abriman mengungkapkan dilema yang sempat ia hadapi sebelum membawa perkara ini ke ranah hukum. Ia mengaku pada awalnya tidak berniat melanjutkan kasus tersebut karena pertimbangan hubungan kedaerahan.

“Awalnya saya tidak mau melanjutkan perkara ini, mengingat kami sama-sama orang Kuansing, satu kampung,” ujar Abriman saat memberikan kesaksian yang dikutip dari hitamputih.com.

Namun, keputusan tersebut berubah setelah adanya instruksi dari atasannya, yakni Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau, serta dorongan dari berbagai pihak lainnya.

“Akhirnya, karena perintah dari atasan saya dan juga banyak yang mengompori, saya membuat laporan ke Polres Kuansing,” tambahnya.

Pernyataan Abriman tersebut menjadi sorotan dalam persidangan, mengingat latar belakang hubungan personal yang sebelumnya sempat menjadi pertimbangan untuk tidak memproses perkara ini lebih lanjut.

Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya dalam waktu dekat.

Kasus ini berawal ketika Aldiko terlibat dalam insiden menghadang Kepala UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Singingi, Abriman, yang katanya tengah menjalankan tugas penyelidikan terhadap dugaan aktivitas alat berat excavator yang melakukan steking.

Kejadian itu terjadi pada 13 Mei 2023. Dalam aksinya, Aldiko tak hanya menghadang, tetapi juga melontarkan kata-kata dengan nada tinggi kepada Abriman.

Sebagai anggota legislatif, Aldiko memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja pejabat eksekutif. Namun, tindakannya tersebut justru berujung pada laporan polisi yang diajukan oleh Abriman. Setelah melalui proses hukum, Aldiko akhirnya dijerat dengan Pasal 335 dan Pasal 233 KUHP terkait dugaan pemaksaan serta perbuatan yang dianggap tidak menyenangkan.

Penahanan Aldiko oleh Kejari Kuansing dinilai sebagian pihak sebagai tindakan yang melemahkan marwah DPRD. Aksi spontan yang didasari niat memperjuangkan hak masyarakat justru berujung pada jeruji besi. Situasi ini pun memunculkan dugaan adanya unsur politis di balik penahanan tersebut.

Kasus ini kini menjadi perhatian publik, terutama dalam kaitannya dengan batasan antara kewenangan legislatif dan hukum yang berlaku. ***






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar