Anggota DPR Pertanyakan Dasar PPATK Blokir Rekening Bank Milik FPI


JAKARTA (INDOVIZKA) - Anggota DPR Ri dari Komisi III, Arsul Sani, mempertanyakan dasar hukum Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan pemblokiran sebanyak 59 nomor rekening bank milik Front Pembela Islam (FPI).

"Meminta agar PPATK jangan sekadar menggunakan payung UU, dalam hal ini UU Pemberantasan TPPU dan UU Pemberantasan Terorisme, dalam kasus rekening FPI. Memang UU tersebut memberikan kewenangan untuk melakukan pemblokiran terhadap rekening, termasuk oleh penegak hukum," kata Arsul kepada wartawan, Rabu (6/1/2021).

Menurut Arsul Sani, tindakan PPATK itu, harusnya dilakukan dengan dasar hukum berupa bukti kegiatan transaksi pendanaan yang mengarah kepada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan terorisme.

"Penggunaan kewenangan dalam UU tersebut harus disertai dengan bukti permulaan yang cukup bahwa pemilik rekening tersebut terkait atau terafiliasi dengan kelompok atau kegiatan pendanaan yang mengarah kepada TPPU dan terorisme," ujarnya.

Menurut elite PPP ini, pemblokiran rekening merupakan upaya paksa. Tanpa dilandasi bukti yang cukup, upaya paksa itu bisa dianggap sebagai tindakan sewenang-wenang.

"Memblokir rekening itu termasuk salah satu bentuk upaya paksa. Oleh karena itu otoritas atau penegak hukum harus melakukannya berdasarkan bukti-bukti permulaan yang cukup. Tanpa bukti permulaan yang cukup, maka tindakan seperti itu merupakan tindakan kesewenang-wenangan," ucap Arsul.

"Di Komisi III soal pemblokiran ini akan kami dalami untuk melihat apakah pemblokiran tersebut tindakan yang sewenang-wenang, berlebihan atau tidak," imbuhnya.***






Tulis Komentar