OJK Akan Terbitkan Aturan Main Terbaru Pinjol


JAKARTA (INDOVIZKA) - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK akan menerbitkan aturan main baru bagi industri teknologi finansial pendanaan bersama (peer-to-peer/P2P lending) atau pinjaman online (pinjol). Namun, sebelum itu, OJK memberi kesempatan seluruh platform yang masih terdaftar naik kelas dulu menjadi berizin.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK, Bambang W. Budiawan menyebutkan, rancangan perubahan regulasi sebenarnya sudah masuk tahap final. Nantinya, regulasi akan diresmikan bersamaan dengan pencabutan moratorium pendaftaran pemain baru industri.

Sebelumnya, OJK menutup pendaftaran platform fintech P2P lending baru sejak Februari 2020. Hal ini untuk menilai dan memastikan kinerja platform legal yang telah eksis terlebih dahulu.

OJK, kata Bambang, memastikan penerbitan regulasi dalam waktu dekat setelah moratorium berakhir. "Faktanya sekarang dari 104 platform resmi, mayoritas sudah berizin, tapi masih ada 3 yang terdaftar," katanya, Rabu, 17 November 2021.

Berikutnya OJK akan kembali menunggu sampai seluruh platform terdaftar naik kelas menjadi berizin. "Kami tunggu karena nanti sudah tidak ada lagi penerbitan tanda terdaftar, semua harus langsung memenuhi syarat-syarat dalam mengurus perizinan," tuturnya.

Lebih jauh, ia menyebutkan, OJK tidak ingin terburu-buru menelurkan kebijakan baru. Dengan begitu, diskusi dengan para pemangku kepentingan terkait terus digelar, dengan harapan mendorong industri fintech P2P lending berisi para pemain yang sehat dan kompeten.

"Ya, kami sadar kalau aturan sebelumnya, yaitu POJK 77/2016 itu tidak lengkap, membutuhkan ketentuan yang lebih jelas, dan ini infant industry yang inovasinya berkembang cepat sekali," tutur Bambang. "Tapi kita juga ingin regulasi baru ini sesuai dan lebih tahan lama, jangan ada revisi-revisi lagi di tengah jalan."

Sejumlah ketentuan dalam regulasi baru yang paling kentara dan harus ditaati para pemain fintech P2P lending legal, yaitu syarat modal disetor Rp 10 miliar, serta syarat untuk memiliki ekuitas sebesar sebesar 0,5 persen dari outstanding berjalan atau minimum Rp 7,5 miliar.

Dua syarat berkaitan kelembagaan ini, menurut Bambang, jadi yang paling signifikan karena berkaitan erat dengan kesungguhan para pemain. "Kami tidak mau ada platform yang mendapat izin, baru satu-dua tahun ternyata tidak kuat, kemudian mundur dan mengembalikan izin," ucapnya.

Pasalnya, OJK juga menemui beberapa platform yang masih membangun infrastruktur digitalnya dari utang. "Ini kalau tidak ada komitmen dari permodalan akan berat menjalankan operasional dengan baik," kata Bambang.

Tak hanya itu, ada juga ketentuan penyaluran pada sektor produktif minimum 25 persen dari total penyaluran pendanaan tahunan pada tahun berjalan platform, serta kewajiban penyaluran di luar Jawa minimum 20 persen dari total penyaluran pendanaan tahunan pada tahun berjalan.

Berikutnya, OJK juga akan memperketat kualitas sumber daya manusia (SDM) lewat fit and proper test buat manajemen dan sertifikasi buat para karyawan. Selain itu, soal kualitas pendanaan juga akan diatur lebih ketat lewat penilaian kemampuan credit scoring, artificial intelligence, dan big data dari setiap platform.

Adapun hal terakhir dalam regulasi terbaru OJK itu seputar upaya mendorong setiap platform pinjol memperluas kerja sama dengan ekosistem. Caranya dengan memperbesar akses pendana (lender) perorangan maupun institusi dan adanya larangan bekerja sama dengan platform digital yang ilegal.






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar