Jadi Saksi Ahli Pidana Dalam Sidang Aldiko Putra. Erdiansyah: Tidak Ada Pidana Tanpa Undang-undang

Erdiansyah, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum UNRI Jadi Saksi Ahli Pidana Dalam Sidang lanjutan perkara pidana dengan terdakwa Aldiko Putra kembali digelar di Pengadilan Negeri Teluk Kuantan pada Senin (23/6/2025). (istimewa)

KUANTAN SENGINGI, INDOVIZKA -- Saksi ahli pidana dari Fakultas Hukum Universitas Riau, Erdiansyah, SH., MH menjelaskan makna dan penerapan asas legalitas sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (5) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Menurutnya, pasal tersebut menegaskan bahwa seseorang tidak dapat dipidana atas suatu perbuatan jika belum ada aturan hukum yang secara tegas mengatur perbuatan itu sebagai tindak pidana.

“Asas legalitas menekankan bahwa tidak ada pidana tanpa undang-undang. Artinya, perbuatan hanya dapat dipidana apabila sudah ada aturan sebelumnya yang menyebutnya sebagai tindak pidana,” ujar Erdiansyah di hadapan majelis hakim pada sidanv lanjutan perkara pidana dengan terdakwa Aldiko Putra kembali digelar di Pengadilan Negeri Teluk Kuantan pada Senin (23/6/2025)

Pasal 185 ayat (2) dan (3) KUHAP mengatur tentang kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam perkara pidana. Ayat (2) menyatakan bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah. Sedangkan, ayat (3) menjelaskan bahwa ketentuan pada ayat (2) tidak berlaku jika keterangan saksi tersebut didukung oleh alat bukti sah lainnya.

Prinsip ini dikenal sebagai “unus testis, nullus testis” (satu saksi bukan saksi). Artinya, satu saksi saja tidak dapat dijadikan dasar untuk menjatuhkan hukuman kepada terdakwa.

Ia juga menambahkan bahwa istilah “cukup” dalam konteks pembuktian, yakni “cukup untuk menunjukkan si pelaku” tidak diatur secara eksplisit dalam Pasal 1 ayat (5) KUHP. Namun istilah tersebut berkaitan erat dengan proses pembuktian di pengadilan.

“Dalam konteks ini, ‘cukup’ mengacu pada keyakinan hakim atas bukti-bukti yang diajukan di persidangan. Jika bukti dinilai cukup untuk menunjukkan bahwa terdakwa adalah pelaku tindak pidana, maka hal itu bisa menjadi dasar untuk menjatuhkan putusan,” jelasnya.

Di sisi lain, sidang juga membahas keberadaan video yang sempat beredar luas di tengah masyarakat. Berdasarkan hasil pemeriksaan digital forensik, disimpulkan bahwa tidak ditemukan unsur ancaman atau intimidasi dalam rekaman video tersebut. Hasil forensik menyatakan bahwa adegan dalam video itu hanya tergolong sebagai perbuatan tidak menyenangkan.

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum terdakwa Aldiko Putra, Shelfy Asmalinda, menyoroti kelemahan dalam surat dakwaan, khususnya terkait tidak jelasnya locus delicti atau tempat kejadian perkara.

“Jika tempus delicti (waktu terjadinya tindak pidana) dalam perkara ini tidak dirumuskan secara jelas, lengkap, dan cermat dalam surat dakwaan, maka dakwaan terhadap terdakwa dapat dibatalkan demi hukum,” tegas Shelfy.

“Kemudian terkait dengan kalimat atau kata-kata yang keluar atau terucap dari terdakwa, yang itu hanya disaksikan oleh pelapor saja, karena dalam proses persidangan ini, ketika kami menanyakan terkait dengan kalimat atau kata-kata tersebut, dalam BAP, saksi mengatakan mengetahui, kemudian pada saat pemeriksaan di persidangan, beberapa saksi mencabut poin BAP tersebut karena saksi hanya mendapat cerita dari pelapor bahwa Ini adalah bersifat kalimat ancaman” lanjut Shelfy.

Sidang yang berlangsung terbuka untuk umum ini dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai oleh seorang hakim senior. Aldiko Putra hadir didampingi tim penasihat hukumnya, sementara jaksa penuntut umum turut menyampaikan sejumlah dokumen sebagai alat bukti.

Persidangan akan kembali dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda tuntutan. ***






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar