Kejati Riau Terima Dua Permohonan Penangguhan Penahanan Yan Prana

Sekretaris Daerah Provinsi Riau Yan Prana Jaya Indra Rasyid saat ditahan Kejati Riau

PEKANBARU (INDOVIZKA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah menerima surat permohonan penangguhan penahanan terhadap Yan Prana Jaya. Permohonan diajukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dan pengacara Yan Prana.

"Sudah (terima surat permohonan penangguhan). Ada dua surat hari ini, dari Pemprov dan pengacara," ujar Asisten Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau, Hilman Azazi, Senin (28/12/2020).

Hilman mengatakan, permohonan dari Pemprov dengan jaminan orang. Menurut Hilman, permohonan itu akan dipertimbangkan, apakah diterima atau tidak.

Dijelaskan Hilman, dalam KUHAP sudah diatur siapa saja yang berhak mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Di sana disebutkan, pengajuan dilakukan oleh pengacara dan keluarga.

Sementara terkait jaminan dari permohonan yang diajukan pengacara, Hilman menyatakan, belum membaca secara lengkap. "Saya belum baca, biasanya jaminan itu orang dan atau uang," ucap Hilman.

Disinggung apakah permohonan dari Pemprov dan pengacara Yan Prana itu akan diterima, Hilman belum bisa memberikan kepastian. Ia menyebutkan, permohonan tersebut terlebih dahulu dipelajari.

"Boleh saja (ada permohonan), kita akan pertimbangkan. Ada tim yang akan mempertimbangkan (apakah diterima atau ditolak)," tutur Hilman.

Yan Prana ditahan karena terlibat dugaan korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak tahun 2014-2017. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (22/12/2020) dan langsung ditahan.

Mantan Kepala Bappeda Siak itu menghuni salah satu sel di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru. Penahanan pertama dilakukan selama 20 hari ke depan.

Kasus ini terjadi ketika Kabupaten Siak dipimpin oleh Bupati Syamsuar, yang saat ini menjabat Gubernur Riau. Dalam kasus ini Yan Prana sudah lima kali diperiksa di Kejati Riau, baik dalam proses penyelidikan maupun penyidikan.

Dari penyidikan yang dilakukan, diketahui kalau Yan Prana paling bertanggungjawab dalam penyimpangan di Bappeda Siak. Tindakan itu diduga merugikan negara Rp1,8 miliar.

Sebelumnya Hilman mengungkapkan, Yan Prana ditahan karena dikhawatirkan menghilangkan barang bukti. Ada dugaan, ia akan menggalang saksi-saksi.

"Laporan penyidik ada indikasi penggalangan saksi. Itu yang membuat penyidik melakukan penahanan," kata Hilman.

Hilman menjelaskan, penyimpangan anggaran dilakukan Yan Prana ketika jadi Pengguna Anggaran (PA). Modusnya melakukan pemotongan atau pemungutan setiap pencairan anggaran sebesar 10 persen.

"Ketika itu jadi Kepala Bappeda (Siak), PA. Ada potongan pencairan 10 persen. Yang dipotong hitungan baru Rp1,2 miliar atau Rp1,3 miliar. Kerugian negara sementara Rp1,8 miliar," tutur Hilman.

Ketika proses penyidikan, kata Hilman, tidak ada itikad baik dari Yan Prana untuk mengakui perbuatannya dan mengembalikan kerugian negara. "Dia kemarin masih mangkir, tidak ada itikat baik. Kalau ada pasti mengakui," ucap Hilman.

Atas perbuatannya, Yan Prana dijerat pasal berlapis dengan Pasal 2 jo Pasal 3 jo Pasal 10 jo Pasal 12e jo Pasal 12 f Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya 1 tahun sampai 20 tahun penjara.






Tulis Komentar