Kuasa Hukum: Tidak Benar Pemprov Riau yang Ajukan Penangguhan Penahanan Yan Prana

Yan Prana Jaya Indra Rasyid

PEKANBARU (INDOVIZKA) - Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau Yan Prana Jaya mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada Kepala Kejaksaaan Tinggi (Kejati) Riau.

Sebelumnya pada, Rabu (22/12/2020) lalu Penyidik Kejati Riau menetapkan Yan Prana sebagai tersangka dugaan korupsi anggaran rutin dan kegiatan pada Bappeda Kabupaten Siak tahun anggaran 2013-2017. Saat ini Yan Prana ditahan di Rutan Kelas I Pekanbaru di Sialang Bungkuk.

Penangguhan penahanan diajukan tim kuasa hukum Yan Prana Jaya yang terdiri dari empat pengacara dipimpin Denny Azani B Latief SH dari Kantor Hukum Denny Latief & Partner, Senin (28/12/2020) kemarin.

Selain Denny, tiga advokat lain yang menjamin penangguhan penahanan Yan Prana Jaya masing-masing Ilhamdi Taufik SH MH, Dr Aermadepa SH MH dan Alhendri Tandjung SH MH CLA.

"Iya benar. Kemarin (Senin, red) kita sudah ajukan surat permohonan penangguhan penahanan kepada Kejati Riau terhadap klien kami pak Yan Prana Jaya. Dimana beliau adalah Sekdaprov Riau," kata Denny Latief kepada media, Selasa (29/12/2020) di Pekanbaru.

Sebelum didaftarkan di bagian PTSP, kata Denny, tim penasehat hukum telah menemui koordinator Jaksa Penyidik Kejati Riau Ikbal, dan penyidik Zulkifli untuk menyerahkan surat permohonan penangguhan penahanan tersebut.

Pengacara senior kelahiran Tembilahan, Inhil ini juga meluruskan soal simpangsiur beberapa informasi terkait upaya penangguhan penahanan Yan Prana Jaya. Diantaranya, pemberitaan di sejumlah media sebelumnya yang menyebutkan Gubernur Riau Syamsuar akan mengajukan penangguhan penahanan untuk Yan Prana Jaya.

"Itu informasi keliru dan menyesatkan yang disampaikan ke media. Soal pengajuan penangguhan penahanan, tidak benar kalau Pak Gubernur atau Pemprov Riau yang akan mengajukannya. Sebab dalam KUHAP hanya kuasa hukum dan pihak keluarga yang diberi kewenangan soal itu," jelas Denny Latief.

Memang, kata Denny, dalam surat tersebut ikut dilampirkan surat permohonan dari isteri Yan Prana Jaya maupun Gubri Syamsuar.

"Tetapi itu bersifat lampiran dan sebagai dasar atau untuk memperkuat surat permohonan yang kami ajukan selaku kuasa hukum dari klien kami Yan Prana Jaya," kata pengacara yang populer saat menangani kasus Buloggate I di era Presiden Gus Dur tahun 2000-an silam ini.

Advokat jebolan Fakultas Hukum Universitas Andalas yang sudah 30 tahun menjadi pengacara ini juga membantah informasi beredar yang menyebut tersangka Yan Prana Jaya menggunakan lawyer asal Jakarta.

"Ini juga perlu diklarifikasi dan ditegaskan, bahwa saya selaku kuasa hukum Yan Prana Jaya adalah putra Riau yang lahir di Tembilahan Inhil, dan juga berkiprah sebagai advokat di sini," tegas Denny Latief yang juga Wakil Ketua Persatuan Masyarakat Riau Jakarta (PMRJ) itu.

Ketika ditanya soal rencana mempraperadilankan Kejaksaan Tinggi Riau terkait penetapan Yan Prana Jaya sebagai tersangka dugaan korupsi di Bappeda Kabupaten Siak, menurut Denny saat ini kliennya masih mempertimbangkan upaya hukum itu.

"Itu memang sudah kami bahas dengan beliau. Sejauh ini klien kami sedang mempertimbangkannya. Satu atau 2 hari ini akan diputuskan (jadi atau tidaknya praperadilan tersebut)," jelasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Penyidik Pidana Khusus Kejati Riau menahan Sekdaprov Riau Yan Prana Indra Jaya, Selasa (22/12/2020) petang, setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi anggaran rutin ketika masih menjadi Kepala Bappeda di Kabupaten Siak.

Asisten Pidana Khusus Kejati Riau Hilman Azazi menyebut penahanan dilakukan 20 hari ke depan di Rutan Sialang Bungkuk. Penahanan bisa diperpanjang jika berkasnya belum lengkap.

Hilman mengatakan, penahanan merupakan hak penyidik dengan beberapa pertimbangan. Salah satunya ada indikasi tersangka mengarahkan saksi atau menghilangkan barang bukti. "Kalau alasan melarikan diri tidak mungkin, karena dia punya jabatan dan ASN," ucap Hilman.

Selanjutnya, Aspidsus menyebut, kasus korupsi Sekdaprov Riau tersebut berkaitan dengan dana anggaran rutin di Bappeda Siak 2014-2017 dengan kerugian negara Rp 1,8 Miliar.

“Modus operandi bersangkutan melakukan pemotongan atau keuntungan setiap pencairan ketika menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak dipotong sekitar Rp1,2 miliar," kata Hilman.






Tulis Komentar