Soal Dualisme Demokrat, Ini Analisa Pengamat Politik


PEKANBARU (INDOVIZKA) - Pengamat Politik dari Universitas Islam Riau (UIR), Panca Setyo Prihati mengemukakan analisanya terkait konflik Partai Demokrat yang melahirkan dualisme kepengurusan.

Dimana dualisme ini diawali oleh adanya KLB Partai Demokrat di Sibolangit beberapa waktu lalu oleh kader partai senior yang dipecat oleh ketua umum seperti Jhoni Allen, Max Sopacua, Marzuki Alie, hingga Darmizal.

"Saya ingin katakan, bahwa perpecahan ini harus dilihat dari dua sisi yang berimbang. Pertama, bahwa pengelolaan parpol modern haruslah akomodatif, tidak memaksa kehendak dan transparan serta membuka keran perbedaan pendapat sebagai energi penguat kerja parpol," kata Panca.

Persepsi ini mengental dengan isu oligarki politik, penguasaan parpol hanya pada elit terdekat dan terkesan primordialistik, sehingga dinamika terkunci dalam bejana panas yang sewaktu waktu bisa meledak.

"Maka ini yang terjadi pada beberapa kader yang merasa parpol susah diajak bicara, secara politik kader senior yang memang memiliki akses pada kekuasaan, akan membangun komunikasi dengan sejuta agenda politik, kepentingan menghadapi pesta demokrasi selanjutnya," cakapnya.

Hadirnya Moeldoko sebagai ketua hasil KLB, kata Panca menguatkan dugaan, jika intervensi kekuasaan itu ada, dan kekuasaan berkepentingan juga untuk membangun kekuatan.

"Pasti karena Demokrat dianggap sebagai partai di luar pemerintah, maka situasi ini sangat mungkin dimanfaatkan untuk menghancurkan partai dari dalam," jelasnya.

"Kemudian kita menunggu hasil verifikasi kemenkumham terkait dengan legalitas kubu mana yang akan diberikan, lagi-lagi saya ingin katakan kalaupun cerita dualisme ini masih jauh ke babak berikutnya. Tapi paling tidak dualisme ini akan memperlambat kerja politik Partai Demokrat karena waktu tenaga dan pikiran terkuras pada agenda kepentingan internal, sehingga jargon berkoalisi dengan rakyat yang sangat tepat itu bisa tidak berjalan," ujarnya.

Kedua kaitannya dengan konstalasi di parpol termasuk Demokrat menurut Panca suatu hal yang biasa, perbedaan tafsir dan kepentingan dan kemudian diakhiri dengan perang kekuasaan dengan pecat memecat kader membuat situasi internal parpol menjadi tambah runyam.

Maka sebagai bentuk solusinya, menurut Panca, harus ada mediasi yang baik dari semua pihak untuk menyelesaikan konflik internal ini, termasuk misalnya membangun kebersamaan kembali dari semua pihak yang bertikai.

"Misalnya difasilitasi oleh ketua dewan kehormatan partai, tidak boleh membangun euforia masa lalu dengan menyesalkan atas pemberian jabatan yang pernah diberikan kepada Moeldoko sebagai Panglima juga tidak elok. Sebab pemberian jabatan dan kedudukan tentu sudah melalui pertimbangan yang matang dan kembalikan fungsi partai sebagai kendaraan politik yang menjembatani kepentingan rakyat dengan pemerintahannya," tukasnya.***






Tulis Komentar