Pilihan
Presiden Segera Keluarkan Perpres Media Sustainability
Senam Inhil Sumbang Medali Emas Perdana di Porprov X Riau
MPR RI Tetap Tolak LGBT dan Kumpul Kebo Disahkan Walaupun 22 Negara Eropa Datangi DPR
![](https://indovizka.com/assets/berita/original/cakaplah_dwptx_67761.jpg)
JAKARTA (INDOVIZKA) - Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), DPR RI didatangi ahli hukum barat dari 22 negara Eropa untuk mendukung disahkannya LGBT, penghapusan hukuman mati, dan perzinahan. Namun DPR tetap menolak karena hal itu bertentangan dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa sila pertama Pancasila.
"Bagi barat LGBT dan perzinahan antar individu, itu wilayah pribadi dimana negara tak boleh masuk ke wilayah privat tersebut. Tapi tidak dengan Indonesia yang ber-Pancasila, itu bertentangan dengan nilai-nilai dan norma agama. Maka pandangan itu kita tolak," kata Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum DPP PPP itu, saat membuka acara Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Angkatan ke-51 kerjasama Humas MPR RI, Koordonatoriat Wartawan Parlemen (KWP) dan PWI Jaya di Gedung GBHN, MPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (7/4/2021).
Hadir antara lain Kepala Biro Humas dan Sistem Informatika Setjen MPR RI Hj. Siti Fauziah, Kabag Pemberitaan Setjen MPR RI Budi Muliawan, Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depare, Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah, Perwakilan Dewan Pers, Ketua KWP Marlen Erikson Sitompul dan lain-lain.
Lebih lanjut Arsul Sani menjelaskan bahwa perzinahan bagi barat itu hanya kalau ada ikatan pernikahan yang sah antara suami atau istrinya.
"Kalau tak ada ikatan perkawinan antara perempuan dan laki-laki itu bukan perzinahan. Baik orang dewasa dan apalagi remaja," ujarnya.
Demikian pula soal aborsi bagi barat kata Arsul, itu hak privat. Sebaliknya, bagi Indonesia yang beragama itu tidak boleh atau haram hukumnya dilakukan. Dalam RKUHP hanya ada dua alasan diperbolehkannya aborsi tersebut; yaitu mengancam nyawa bagi ibunya dan atau hamil akibat pemerkosaan.
Selain itu, terkait hukuman mati menurut Arsul Sani, hampir semua negara di barat menolak dan menghapus hukuman mati dan dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Karena itu, Indonesia mengambil jalan tengah; yaitu mengubah posisinya menjadi pidana khusus, hukuman pidana alternatif.
"Kalau selama 5 atau 10 tahun berkelakuan baik, taubatan nasuha, maka tak boleh dieksekusi mati. Sehingga pidananya bisa diubah menjadi 20 tahun atau seumur hidup," ungkapnya.**
Berita Lainnya
Satu Penumpang Sriwijaya Air SJY-182 Berasal dari Pekanbaru
PPKM Diperpanjang, Ekonomi Menenggah Kebawah Makin Tertekan
Uang Kripto: Aset Digital Belum Jadi Alat Tukar Sah di RI, tapi Bisa Dicairkan
Tenaga Honorer Tidak Dapat THR Lebaran
Semua Anggota Polri Dilarang Mudik
Sistem Peringatan Dini Terputus, BMKG Waspadai Gangguan Listrik
Mendagri Ingatkan Kepala Daerah Cegah Kerumunan Jelang Lebaran: Jangan Sampai Lengah
Diduga Terseret Luapan Sungai, Warga Ditemukan Tewas Mengapung di Atas Motor
Hindari Bepergian ke 53 Daerah Zona Merah Berikut Ini
Triwulan Pertama, Transaksi Kanal Digital BSI Tembus Rp40,85 Triliun
Hasil Sidang Isbat: 1 Ramadan Jatuh pada Selasa 13 April 2021
Australia Tawarkan Pelatihan Pertanian untuk Anak Muda Indonesia