Pilihan
AWG Kibarkan Bendera Indonesia-Palestina di Gunung Raung
Pulanglah, Ali…
Pengimbasan RBD Berjalan Baik
Disdukcapil Pelalawan Jemput Bola Layanan Administrasi Kependudukan
MPR RI Tetap Tolak LGBT dan Kumpul Kebo Disahkan Walaupun 22 Negara Eropa Datangi DPR
JAKARTA (INDOVIZKA) - Dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), DPR RI didatangi ahli hukum barat dari 22 negara Eropa untuk mendukung disahkannya LGBT, penghapusan hukuman mati, dan perzinahan. Namun DPR tetap menolak karena hal itu bertentangan dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa sila pertama Pancasila.
"Bagi barat LGBT dan perzinahan antar individu, itu wilayah pribadi dimana negara tak boleh masuk ke wilayah privat tersebut. Tapi tidak dengan Indonesia yang ber-Pancasila, itu bertentangan dengan nilai-nilai dan norma agama. Maka pandangan itu kita tolak," kata Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Umum DPP PPP itu, saat membuka acara Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Angkatan ke-51 kerjasama Humas MPR RI, Koordonatoriat Wartawan Parlemen (KWP) dan PWI Jaya di Gedung GBHN, MPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (7/4/2021).
Hadir antara lain Kepala Biro Humas dan Sistem Informatika Setjen MPR RI Hj. Siti Fauziah, Kabag Pemberitaan Setjen MPR RI Budi Muliawan, Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depare, Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah, Perwakilan Dewan Pers, Ketua KWP Marlen Erikson Sitompul dan lain-lain.
Lebih lanjut Arsul Sani menjelaskan bahwa perzinahan bagi barat itu hanya kalau ada ikatan pernikahan yang sah antara suami atau istrinya.
"Kalau tak ada ikatan perkawinan antara perempuan dan laki-laki itu bukan perzinahan. Baik orang dewasa dan apalagi remaja," ujarnya.
Demikian pula soal aborsi bagi barat kata Arsul, itu hak privat. Sebaliknya, bagi Indonesia yang beragama itu tidak boleh atau haram hukumnya dilakukan. Dalam RKUHP hanya ada dua alasan diperbolehkannya aborsi tersebut; yaitu mengancam nyawa bagi ibunya dan atau hamil akibat pemerkosaan.
Selain itu, terkait hukuman mati menurut Arsul Sani, hampir semua negara di barat menolak dan menghapus hukuman mati dan dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Karena itu, Indonesia mengambil jalan tengah; yaitu mengubah posisinya menjadi pidana khusus, hukuman pidana alternatif.
"Kalau selama 5 atau 10 tahun berkelakuan baik, taubatan nasuha, maka tak boleh dieksekusi mati. Sehingga pidananya bisa diubah menjadi 20 tahun atau seumur hidup," ungkapnya.**
.png)

Berita Lainnya
Erick Thohir: Indonesia Masih Diakui Dunia jadi Negara Terbaik Rawat Hutan
Kejati Tingkatkan Kasus Ambruknya Turap Danau Tajwid ke Penyidikan
Ini Sembilan Proyek Pengembangan Aset Negara oleh LMAN di Tahun 2022
FPI Respons Prabowo-Sandi Masuk Kabinet: Tak Ada Kamus Kecewa
Pemerintah Usul Biaya Haji 2022 Sebesar Rp45 Juta
Seruan Pemerintah: Semua Warga Wajib Pakai Masker Kain
DPR Setujui 33 RUU Masuk Prolegnas 2021
Akhirnya! Gaji ke-13 PNS Cair Agustus
Listrik 10 Juta Pelanggan Termasuk Rumah Tangga Bisa Padam Jika PLN Krisis Batu Bara
5 Kerja Sama Pertahanan Usai Prabowo Bertemu Menteri Angkatan Bersenjata Prancis
Harga Sawit Anjlok, Anggota DPR RI Abdul Wahid Minta Pemerintah Perhatikan Kondisi Petani
Meski Dilarang, Satgas Prediksi Ada 18,9 Juta Orang Nekat Mudik Lebaran