Tenaga Honorer Bakal Jadi PNS dan Naik Gaji dalam Revisi UU ASN

Ilustrasi

JAKARTA, (INDOVIZKA)- Tenaga honorer yang bekerja di pemerintahan terus menunggu kepastian perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) atau RUU ASN atau PNS.

Dalam revisi UU ASN tersebut, tenaga honorer dijanjikan bakal diangkat menjadi PNS dan mengalami kenaikan gaji.

Ketua Federasi Pekerja Pelayanan Publik Indonesia (FPPPI), Alfonsius Matly, berharap revisi UU ASN bisa diselesaikan dengan cepat agar tenaga honorer segera mendapat kepastian.

"Kami ini sudah komitmen bahwa kami tetap memberikan dorongan kepada bapak/ibu Komisi II DPR, revisi ini kalau bisa diselesaikan, karena ini kami sudah menanti revisi ini sudah sangat lama," kata Alfonsus, seperti dikutip Rabu (30/6/2021).

Adapun dalam revisi UU ASN, tenaga honorer yang sudah mengabdi lama bersama pemerintah didorong untuk diangkat langsung menjadi PNS. Ketentuan ini ditulis dalam pasal sisipan baru, yakni Pasal 131A.

"Tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan tenaga kontrak yang bekerja terus-menerus dan diangkat berdasarkan surat keputusan yang dikeluarkan sampai dengan tanggal 15 Januari 2014, wajib diangkat menjadi PNS secara langsung dengan memperhatikan batasan usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90," terang Pasal 131A ayat (1).

Sebagai catatan, tenaga honorer akan naik pangkat jadi PNS dengan didasarkan pada seleksi administrasi berupa verifikasi dan validasi data surat keputusan pengangkatan.

Selain itu, pengangkatan jadi PNS juga memprioritaskan tenaga honorer yang memiliki masa kerja paling lama, serta bekerja pada bidang fungsional, administratif, dan pelayanan publik.

"Pengangkatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan masa kerja, gaji, ijazah pendidikan terakhir, dan tunjangan yang diperoleh sebelumnya," tulis Pasal 131A ayat (4).

Ilustrasi Aparatur Sipil Negara atau PNS
Naik pangkat jadi PNS sendiri bukan suatu paksaan. Jika tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan tenaga kontrak tidak bersedia diangkat menjadi PNS, maka yang bersangkutan bakal diangkat jadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Namun, tenaga honorer tidak serta merta akan langsung diangkat jadi PNS begitu revisi UU ASN ini terbit. Menurut pasal baru yakni Pasal 135A, pengangkatan tenaga honorer jadi PNS dimulai 6 bulan dan paling lama 5 tahun setelah aturan ini diundangkan.

Sembari menunggu waktu pengangkatan, tenaga honorer tetap dijanjikan untuk mendapatkan kenaikan gaji, minimal setara upah minimum provinsi (UMP).

"Tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS, pegawai pemerintah non-pegawai negeri, dan tenaga kontrak yang belum diangkat menjadi PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131A ayat (1) diberikan gaji paling sedikit sebesar upah minimum provinsi atau kabupaten/kota," jelas Pasal 135A ayat (2).

Ketua Federasi Pekerja Pelayanan Publik Indonesia (FPPPI) Alfonsius Matly menyampaikan 6 rekomendasinya terkait Revisi Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Selain itu, pihaknya juga berharap agar revisi tersebut bisa diselesaikan dengan cepat.

“Ini rekomendasi dari kami, karena kami pejuang utama revisi undang-undang ASN dan kami ini sudah komitmen bahwa kami tetap memberikan dorongan kepada bapak ibu Komisi II DPR revisi ini kalau bisa diselesaikan karena ini kami sudah menanti revisi ini sudah sangat lama,” kata Alfonsius dalam RDP Panja RUU tentang ASN Komisi II DPR RI, Senin (28/6/2021).

Berikut rekomendasi revisi undang-undang ASN yang disarankan oleh Federasi Pekerja Pelayanan Publik Indonesia:

Pertama, FPPPI mendukung di sahkan revisi undang-undang ASN sebagai dasar hukum pengangkatan pegawai pemerintah non PNS di semua bidang yang yang berkategori 4 nomenklatur yaitu honorer, kontrak, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non PNS.

Seperti yang termaktub dalam draf rancangan undang-undang tentang perubahan atas undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara atau revisi UU ASN pasal 131 A.

Kedua, “Pengangkatan PNS bila dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi keuangan negara dengan memprioritaskan hal-hal yang telah disebut pada pasal 131 A di atas yaitu mereka yang memiliki masa kerja paling lama, dan bekerja pada bidang fungsional administrasi pelayanan publik dan mereka yang telah mendekati usia pensiun,” ujarnya.

Mengingat bagi tenaga honorer, pegawai tidak tetap, pegawai tetap non-PNS atau tenaga kontrak yang menunggu pengangkatan sebagai PNS wajib mendapatkan upah atau gaji sekurang-kurangnya sebesar upah minimum kota kabupaten dan provinsi.

Ketiga, FPPPI memohon agar revisi undang-undang ASN memberikan peluang yang luasnya kepada pekerja pelayan publik dari jenjang pendidikan sekolah paling rendah yaitu pendidikan sekolah dasar.

Hal ini dilatarbelakangi banyak kerja pelayan publik dengan ijazah SD dan SMP yang sepanjang hidupnya mengabdikan diri kepada negara di wilayah pedalaman terpencil, terisolir, tertinggal hingga wilayah perbatasan dengan negara antar lain Papua, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan dan Aceh.

Prinsip Pemerataan

Keempat, sesuai dengan prinsip-prinsip pemerataan dalam penyelesaian pengangkatan pekerjaan pelayanan publik, FPPPI meminta tidak ada unsur politis serta tidak berkaitan dengan kepentingan golongan atau pribadi.

“Maka kami harap semua jenis SK yang dimiliki oleh pekerja pelayanan publik di bawah ini dapat diproses dan diangkat menjadi PNS sebagaimana dimaksud pada pasal 131 A,” ujarnya.

Kelima, FPPPI meminta agar DPR dan pemerintah memprioritaskan database yang sudah didaftarkan dan diakomodir oleh FPPPI yang merupakan pejuang utama revisi undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Keenam, FPPPI dan pejabat daerah di 18 provinsi yang terdiri dari 91 kabupaten dan 16 Kota memberikan dukungan sepenuhnya dan mendorong Komisi II DPR RI untuk menyelesaikan revisi UU ASN sesuai dengan amanah petunjuk Ketua DPR RI dan surat Presiden tahun 2020.

“Kiranya revisi undang-undang ASN dapat mewujudkan doa harapan dan cita-cita para pekerja pelayanan publik yang masih berstatus kontrak dan honorer saat ini akan tercatat dalam sejarah Indonesia bahwa tenaga honorer, pegawai tidak tetap non PNS dan tenaga kontrak merupakan putra putri terbaik Garda terdepan Indonesia,” pungkasnya.   Pemerataan

Keempat, sesuai dengan prinsip-prinsip pemerataan dalam penyelesaian pengangkatan pekerjaan pelayanan publik, FPPPI meminta tidak ada unsur politis serta tidak berkaitan dengan kepentingan golongan atau pribadi.

“Maka kami harap semua jenis SK yang dimiliki oleh pekerja pelayanan publik di bawah ini dapat diproses dan diangkat menjadi PNS sebagaimana dimaksud pada pasal 131 A,” ujarnya.

Kelima, FPPPI meminta agar DPR dan pemerintah memprioritaskan database yang sudah didaftarkan dan diakomodir oleh FPPPI yang merupakan pejuang utama revisi undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.

Keenam, FPPPI dan pejabat daerah di 18 provinsi yang terdiri dari 91 kabupaten dan 16 Kota memberikan dukungan sepenuhnya dan mendorong Komisi II DPR RI untuk menyelesaikan revisi UU ASN sesuai dengan amanah petunjuk Ketua DPR RI dan surat Presiden tahun 2020.

“Kiranya revisi undang-undang ASN dapat mewujudkan doa harapan dan cita-cita para pekerja pelayanan publik yang masih berstatus kontrak dan honorer saat ini akan tercatat dalam sejarah Indonesia bahwa tenaga honorer, pegawai tidak tetap non PNS dan tenaga kontrak merupakan putra putri terbaik Garda terdepan Indonesia,” pungkasnya.  






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar