Pilihan
Presiden Segera Keluarkan Perpres Media Sustainability
Senam Inhil Sumbang Medali Emas Perdana di Porprov X Riau
BI Catat Transaksi Digital Kian Meningkat Selama Pandemi
JAKARTA (INDOVIZKA) - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Doni P Joewono mengatakan, pandemi Covid-19 mendorong penggunaan teknologi digital untuk transaksi ekonomi dan keuangan. Ini juga mendorong kemajuan teknologi keuangan, digitalisasi produk keuangan dan layanan serta aktivitas bisnis online.
"Membantu UMKM dalam melindungi pendapatan dan tingkat pekerjaan mereka," katanya dalam International Seminar on Digital Financial Inclusion, Rabu (2/2).
Seiring dengan perkembangan kasus Delta pada pertengahan tahun lalu, mendorong penerapan non tunai, seperti kartu debit dan uang elektronik. Artinya, ada peralihan individu yang menggunakan transaksi digital dan mulai meninggalkan transaksi fisik uang tunai.
- PWI Riau Tuan Rumah HPN 2025 Diharapkan Melibatkan Generasi Muda
- Ingin Mengubah Status di KTP Sangat Mudah, Begini Caranya
- Kapan Pelantikan Anggota Dewan Terpilih 2024? Cek Jadwalnya
- Gugatan Hasil Pilpres 2024 Ditolak MK, Begini Respons Tim Hukum Anies
- Senin Pagi, MK Bacakan Putusan Gugatan Sengketa Pilpres 2024
"Selain itu, di bidang pembayaran, yang disebut QRIS, merchant penggunanya meningkat menjadi 13,6 juta per Desember 2021. Serta transaksi QRIS terus tumbuh pada Desember 2021 dengan nominal transaksi mencapai RP 27,7 triliun atau meningkat 237 persen secar year on year," tuturnya.
Menurutnya, inklusi keuangan memiliki potensi dan memainkan peran penting dalam mempromosikan produktivitas UMKM melalui digitalisasi. Kemudian, mampu meningkatkan akses UMKM yang rentan ke dalam layanan keuangan digital yang berkelanjutan.
"Mereka mampu meningkatkan produktivitas mereka dan tahan terhadap goncangan ekonomi serta mempromosikan intermediasi keuangan," katanya.
Risiko
Meski demikian, ada sejumlah risiko yang menyertai perkembangan digitalisasi keuangan ini. Misalnya, adanya penipuan, keamanan siber, dan privasi data yang hadir akibat dari kurangnya literasi keuangan.
Di Indonesia, survei tingkat literasi keuangan yang dilakukan OJK pada 2019 baru mencapai 38,03 persen, meski di tengah penggunaan layanan produk keuangan dan perangkat digital yang semakin meluas.
"Menurut studi CGAP pada 2021, mengidentifikasi penyalahgunaan dan penipuan data, khususnya untuk konsumen layanan keuangan digital pemula dan rentan. Ini termasuk penipuan aplikasi seluler, penguat identitas, pelanggaran identitas," katanya.
Kemudian, pemasaran agresif dan praktik penagihan utang dalam perselisihan yang efektif, resolusi, dan risiko alokasi keandalan bukanlah hal baru, tetapi menjadi lebih buruk sebagai akibat dari teknologi digital yang diadopsi lebih luas.
"Dalam hal ini sangat penting untuk mencapai keseimbangan antara Inovasi untuk mempromosikan inklusi Keuangan Digital dalam mengenali pemantauan dan pengelolaannya hingga cara-cara yang muncul," tuturnya.
Berita Lainnya
Pertalite di Bawah Harga Keekonomian, Ahok: Sementara Jadi Kerugian Pertamina
Pasca Tahun Baru 2020, Disperindag Inhil Antisipasi Harga Bahan Pokok Melonjak
Sri Mulyani Terbitkan Aturan Baru, Pegawai Telat Masuk Kantor Tunjangan Dipotong
Harga Bawang Merah di Inhil Naik Jelang Tahun Baru 2020
Deretan Orang Terkaya di Indonesia Berkat Batubara
Meski Gampang Didapat, Minyak Goreng Lebih Mahal di Pasar Tradisional
Uang Kertas Diprediksi Segera Punah Digantikan Aplikasi
Pembiayaan Investasi Pemerintah di 2021 Capai Rp142 Triliun
500 Ton Beras Impor Masuk Indonesia, Bulog Jamin Cadangan Beras Pemerintah Aman Hingga Pasca Lebaran
Kartu Prakerja Dilanjutkan di Tahun Ini, Airlangga: Semoga Memberi Manfaat
Sandiaga Libatkan Desa Wisata Dukung Penginapan Wisatawan MotoGP Mandalika 2022
Tinjau Bersama Tim Satgas Pangan, Disperindag Riau Pastikan Harga dan Stok Bapok Stabil