Siap Hadapi Praperadilan Yan Prana

Kejati: Kami Bekerja Profesional dan Sesuai Mekanisme


PEKANBARU (INDOVIZKA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menyatakan siap menghadapi sejumlah upaya hukum yang akan dilakukan Yan Prana Jaya Indra Rasyid terkait penetapan tersangka dan penahanan dirinya.

Sekdaprov Riau non aktif itu ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi anggaran Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak tahun 2014-2017 pada Selasa (22/12/2020) lalu. Ia langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru sebagai titipan kejaksaan untuk memperlancar proses penyidikan.

Atas penahanan itu, kuasa hukum Denny Azani B Latif mengajukan permohonan penangguhan penahanan ke Kejati Riau. Ia juga melampirkan permintaan yang sama dari Gubernur Riau, H Syamsuar dengan jaminan Yan Prana akan kooperatif.

Setelah dipertimbangkan, permohonan itu ditolak karena tim jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau tidak sepakat memberikan penangguhan terhadap orang nomor tiga di Provinsi Riau itu.

Yan Prana disebutkan, kembali akan mengajukan penangguhan atau pengalihan status tahanan dengan menambahkan jaminan uang dalam permohonannya.

Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto, mengatakan, pengajuan penangguhan atau pengalihan penahanan adalah hak semua orang. Hal itu sudah ada aturannya, termasuk terkait jaminan uang yang akan diberikan.

"Kalau mengajukan jaminan uang itu diatur dalam PP (Peraturan Pemerintah,red) Nomor 27 tahun 1983. Uangnya dititipkan ke Pengadilan Negeri," ujar Raharjo, Kamis (7/1/2021).

Ia mencontohkan, kuasa hukum mengajukan penangguhan penahanan. "Berapa besarnya (uang jaminan) berdasarkan hasil kesepakatan antara penyidik dan PH (Penasehat Hukum). Kalau jaminan uang ini disetorkan ke pengadilan," tambah Raharjo.

Raharjo menambahkan, penyidik telah melakukan proses penyidikan secara profesional, termasuk dalam hal penetapan dan penahanan tersangka.

Untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, penyidik diyakini telah mengantongi minimal dua alat bukti permulaan. Alat bukti itu berupa keterangan saksi, surat, keterangan tersangka, petunjuk, dan keterangan ahli.

Penetapan tersangka oleh penyidik tidak secara otomatis dan tidaklah mudah. Menurutnya, penetapan tersangka sudah sesuai pertimbangan dengan alat bukti cukup.

"Kami sudah memenuhi mekanisme yang telah diatur dalam putusan MK (Mahkamah Konstitusi,red) terkait minimal alat bukti bahkan lebih dari 2 alat bukti," tegas Raharjo.

Raharjo menyatakan, kesiapan penyidik jika Yan Prana mengajukan upaya hukum praperadilan terkait status tersangka yang disandangnya. "Kami siap seandainya ada gugatan praperadilan di pengadilan negeri. Otomatis tim penyidik siap menghadapi gugatan itu," pungkas Raharjo.

Sebelumnya, Asisten Pidsus Kejati Riau, Hilman Azazi, menyebutkan, penyimpangan anggaran dilakukan Yan Prana ketika jadi Pengguna Anggaran (PA). Modusnya melakukan pemotongan atau pemungutan setiap pencairan anggaran sebesar 10 persen.

"Ketika itu jadi Kepala Bappeda (Siak), PA. Ada potongan pencairan 10 persen. Yang dipotong hitungan baru Rp1,2 miliar atau Rp1,3 miliar. Kerugian negara sementara Rp1,8 miliar," tutur Hilman.

Atas perbuatannya, Yan Prana dijerat pasal berlapis dengan Pasal 2 jo Pasal 3 jo Pasal 10 jo Pasal 12e jo Pasal 12 f Undang Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya 1 tahun sampai 20 tahun penjara.






Tulis Komentar