Pemprov Riau Bakal Bangkrut Jika PK Kasus Gondai Pelalawan Dikabulkan

Foto: Gatra

PEKANBARU - Pemerintah Provinsi Riau bakal bangkrut jika gugatan para petani kelapa sawit Peninjauan Kembali (PK) PT Peputra Supra Jaya (PSJ) yang notabene bapak angkat petani yang tergabung dalam Koperasi Gondai Bersatu dan Koperasi Sri Gumala Sakti di Desa Gondai Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan, Riau, terkabul.

Sebab saat ini ada sekitar 3.323 hektar pohon kelapa sawit bapak dan anak angkat itu sedang ditebangi oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau.

Penebangan yang diboncengi oleh PT Nusa Wana Raya (NWR) itu sudah berlangsung sejak sepekan lalu. PT NWR sendiri adalah pemasok akasia ke pabrik PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) di Pangkalan Kerinci, ibukota Kabupaten Pelalawan.

Dikutip dari Gatra, setelah dihitung-hitung oleh Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP Apkasindo), nilai kerugian yang timbul atas penebangan pohon kelapa sawit seluas itu, mencapai Rp12,4 triliun.

"Itu baru kerugian materil," kata Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung kepada Gatra.com saat menggelar pertemuan dengan sejumlah pemuka masyarakat Riau, di Pekanbaru, Rabu (22/1).

Angka tadi kata Auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini lebih besar Rp0,21 triliun dibanding APBD Pemprov Riau 2020 yang hanya Rp12,379 triliun.

Mendengar paparan Gulat tadi, Ketua Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR), drh. Chaidir langsung bergidik.

"Sebelum itu terjadi, kami minta Pemprov Riau tegas dan cepat menghentikan aksi penebangan itu. Ini sangat penting. Sebab itu tadi, kalau proses hukum nanti dimenangkan oleh masyarakat, akan fatal akibatnya. Lagi pula kata Chaidir, ini demi kepentingan masyarakat yang ada di sana. Tugas Pemprov Riau menjaga kehidupan masyarakatnya," kata mantan Ketua DPRD Riau ini.

Profesor Yusmar Yusuf mengamini semua yang dikatakan Chaidir tadi. "Kita minta aksi penebangan itu segera dihentikan," pinta akademisi Universitas Riau ini.

Saukani juga berharap yang sama. Bahkan tokoh muda yang juga wakil ketua Majelis Kerapatan Adat Kabupaten Bengkalis ini meminta supaya Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) segera mengambil peran dalam persoalan itu. "Sebab yang kita bela ini adalah mahluk di Riau yang juga anak kemanakan kita," katanya.

Bagi Batin Bedagu --- petinggi adat di Kabupaten Pelalawan --- HM Harris, secara adat, tidak etis sebenarnya hak-hak masyarakat tadi ditebangi.

"Sebab di situ ada hak adat yang dimanfaatkan oleh masyarakat tempatan maupun masyarakat yang datang untuk hidup. Saya tidak mau mengomentara masalah hukumnya, tapi secara adat itu, sudah enggak pas," kata Bupati Pelalawan ini.

Kalau aksi penebangan tadi tidak juga dihentikan kata Edy Ahmad RM, "Kami akan gerakkan masyarakat untuk menyikapi ini. Jadi sebelum sampai ke sana, tolong pemerintah dan stakeholder arif menyikapinya," pinta mantan anggota DPRD Riau itu.

Praktisi hukum perhutanan DR Sadino sepaham dengan Gulat. Sebab sebenarnya tak ada alasan Negara untuk merampas kebun kelapa sawit tadi.

"Kita kembali kepada putusan Mahkamah Agung itu. Di sana disebutkan bahwa PT PSJ bersalah lantaran tidak memiliki Ijin Usaha Perkebunan (IUP) dan kemudian didenda Rp5 miliar. Di Undang-Undang 39 tahun 2014 tentang perkebunan, tidak ada sanksi eksekusi, tapi beresi IUP nya. Dan kalau UU ini diterapkan, udah salah kaprah juga lantaran perkebunan itu sudah ada sejak 20 tahun lalu," kata Sadino Rabu (22/1).

Kalau kemudian didakwa pakai UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan, musti dari nol lagi. "Sebab lagi-lagi saya bilang, di putusan tidak ada disinggung soal pelanggaran kehutanan. Kalaupun ada pelanggaran, Perpres 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Persoalan Tanah di Kawasan Hutan (PPTKH) sudah mengakomodir itu. Sebab mereka sudah lebih 20 tahun di sana," ujar Sadino.

Jadi kata dia, siap-siap saja Dinas LHK Riau bertanggungjawab atas ulahnya menebangi pohon kelapa sawit itu.

"Kalau dinas enggak punya duit tentu ujung-ujungnya meminta ke Gubernur. Kacau jadinya kan? Itulah makanya dari awal saya bilang, jangan langsung main tebang dulu. Bahaya! Mestinya cukup pakai berita acara eksekusi dulu. Jika ada upaya hukum luar biasa dilakukan bapak angkat dan petani, hargai itu. Kecuali kalau objek itu hanya tanah kosong, terserahlah," katanya.

Dalam Hukum Agraria kata Sadino, ada konsep hukum horizontal. Artinya, jika yang dipersoalkan tanah, mestinya tanaman di atasnya dibayar. "Dan satu hal yang paling penting, enggak ada dasar perusahaan konsesi merobohkan tanaman orang lain," tegasnya.

Selain upaya PK tadi kata Sadino, masyarakat juga berhak melakukan tuntutan kepada mereka-mereka yang terlibat dalam aksi penebangan itu. "Minta semuanya bertanggungjawab dan membayar," katanya.

Sebelumnya Kepala Seksi Penegakan Hukum (Gakkum) DLHK Riau, Agus Puryoko mengatakan, pihaknya melakukan penebangan pohon kelapa sawit tadi dan langsung diganti dengan tanaman akasia berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1087 K/PID.SUS.LH/2018, Desember 2018. "Jadi kami memulihkan kawasan hutan ini dengan tanaman hutan," katanya saat berada di lokasi eksekusi. (*)






[Ikuti Indovizka.com Melalui Sosial Media]


Tulis Komentar